Minggu, 18 April 2010

WAWASAN NUSANTARA

WAWASAN NUSANTARA
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sebagai nusantara dari bangsa Indonesia maka wilayah Indonesia yang terdiri dari daratan, laut dan udara diatasnya dipandang sebagai ruang hidup yang satu atau utuh. Wawasan nusantara sebagai wawasan nasionalnya bangsa Indonesia dibangun atas pandangan geopolitik bangsa. Pandangan bangsa Indonesia didasarkan kepada konstelasi lingkungan tempat tinggalnya yang menghasilakan konsepsi wawasan Nusantara. Jadi wawasan nusantara merupakan penerapan dari teori geopolitik bangsa Indonesia.
Wawasan Nusantara mencakup :
1. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik
Bahwa kebulatan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup, dan kesatuan matra seluruh bangsa serta menjadi modal dan milik bersama bangsa.Bahwa bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan berbicara dalam berbagai bahasa daerah serta memeluk dan meyakini berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan satu kesatuan bangsa yang bulat dalam arti yang seluas-luasnyaBahwa secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa, dan setanah air, serta mempunyai tekad dalam mencapai cita-cita bangsa.Bahwa kehidupan politik di seluruh wilayah Nusantara merupakan satu kesatuan politik yang diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.Bahwa seluruh Kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan sistem hukum dalam arti bahwa hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional.Bahwa bangsa Indonesia yang hidup berdampingan dengan bangsa lain ikut menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial melalui politik luar negeri bebas aktif serta diabdikan pada kepentingan nasional.


2. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Ekonomi,
Bahwa kekayaan wilayah Nusantara baik potensial maupun efektif adalah modal dan milik bersama bangsa, dan bahwa keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air.Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri khas yang dimiliki oleh daerah dalam pengembangan kehidupan ekonominyaKehidupan perekonomian di seluruh wilayah Nusantara merupakan satu kesatuan ekonomi yang diselenggarakan sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan dan ditujukan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.

3. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial dan Budaya,
Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus merupakan kehidupan bangsa yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang sama, merata dan seimbang, serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan tingkat kemajuan bangsaBahwa budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu, sedangkan corak ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya bangsa yang menjadi modal dan landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya, dengan tidak menolak nilai – nilai budaya lain yang tidak bertentangan dengan nilai budaya bangsa, yang hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh bangsa.

4. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Pertahanan Keamanan
Bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakekatnya merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara.Bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam rangka pembelaan negara dan bangsa.

tampak adanya bidang-bidang usaha untuk mencapai kesatuan dan keserasian dalam bidang-bidang:
• Satu kesatuan wilayah
• Satu kesatuan bangsa
• Satu kesatuan budaya
• Satu kesatuan ekonomi
• Satu kesatuan hankam.
Jelaslah disini bahwa wasantara adalah pengejawantahan falsafah Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah negara Republik Indonesia. Kelengkapan dan keutuhan pelaksanaan wasantara akan terwujud dalam terselenggaranya ketahanan nasional Indonesia yang senantiasa harus ditingkatkan sesuai dengan tuntutan zaman.

Selasa, 02 Maret 2010

pasal 28F

PASAL 28 F




Teknologi informasi kini telah berkembang dengan sangat pesat. Komunikasi dan informasi berlangsung dengan sangat cepat tanpa batas negara. Proses demokratisasi yang tak dapat dibendung ini juga dipicu oleh perkembangan teknologi informasi. Indonesia sejauh ini telah relatif cukup cepat melakukan antisipasi dengan lahirnya undang-undang yang menjamin adanya kebebasan berkomunikasi dan memperoleh informasi. Undang-undang yang demokratis tentang kemerdekaan memperoleh informasi itu diharapkan segera lahir di Indonesia, melengkapi undang-undang yang telah ada sebelumnya


Memang benar, bahwa Pasal 27 ayat (3) U U No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan secara lengkap sebagai berikut: “ Setiap o rang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik .” Pasal tersebut memuat unsur “dengan sengaja ” dan “ tanpa hak ”. Unsur tersebut menentukan dapat tidaknya seseorang dipidana berdasarkan pasal ini.

Beberapa dasar pertimbangan lain dari Mahkamah Konstitusi mengenai konstitusionalitas Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang perlu diperhatikan adalah:
a. Bahwa penghargaan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan tidak boleh tercederai oleh tindakan-tindakan yang mengusik nilai-nilai kemanusiaan melalui tindakan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
b. Bahwa masyarakat internasional juga menjunjung tinggi nilai-nilai yang memberikan jaminan dan perlindungan kehormatan atas diri pribadi, seperti dalam Pasal 12 Universal Declaration of Human Rights (UDHR) , Pasal 17 dan Pasal 19 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) .
c. Berdasarkan Putusan Nomor 14/PUU-VI/2008 Mahkamah Konstitusi telah berpendirian bahwa nama baik, martabat, atau kehormatan seseorang adalah salah satu kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum pidana karena merupakan bagian dari hak konstitusional setiap orang yang dijamin baik oleh UUD 1945 maupun hukum internasional. Dengan demikian, apabila hukum pidana memberikan sanksi pidana tertentu terhadap perbuatan yang menyerang nama baik, martabat, atau kehormatan seseorang, hal itu tidaklah bertentangan dengan konstitusi.
d. Bahwa rumusan KUHP dinilai belum cukup karena unsur “di muka umum” sebagaimana diatur dalam Pasal 310 KUHP kurang memadai sehingga perlu rumusan khusus yang bersifat ekstensif yaitu “mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya”. Rumusan Pasal 27 ayat (3) UU ITE telah memberikan perlindungan dengan mengatur unsur “dengan sengaja” dan “tanpa hak” unsur tanpa hak merupakan perumusan unsur sifat melawan hukum.
e. Bahwa penafsiran norma yang termuat dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, tidak bisa dilepaskan dari norma hukum pidana yang termuat dalam Bab XVI tentang Penghinaan yang termuat dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP, sehingga konstitusionalitas Pasal 27 ayat (3) UU ITE harus dikaitkan dengan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP.
f. Meskipun setiap orang mempunyai hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, tetapi ketentuan konstitusi (Pasal 28 G UUD 1945 dan Pasal 28 J UUD 1945) menegaskan dan menjamin bahwa dalam menjalankan kebebasan berkomunikasi dan memperoleh informasi tidak boleh melanggar hak-hak orang lain untuk mendapatkan perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan nama baiknya.

EFEKTIFITAS SINERGI UU PERS DAN UU KIP TERANCAM OLEH BERBAGAI KETENTUAN
1. Ancaman bersumber dari UU KIP:
Pertama, Pemerintah ngotot mempertahankan ketentuan sanksi yang mengkriminalkan pengguna informasi. Pasal 5 ayat (1) menyebut: “Pengguna informasi publik wajib menggunakan informasi publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Bagi yang menyalah gunakan informasi publik, diancam pidana penjara paling lama satu tahun. (Pasal52) dan/atau pidana denda paling banyak sepuluh juta rupiah.
Persoalan potensialnya, informasi publik itu justru diperlukan untuk memenuhi akurasi liputan investigasi. Kalau kegiatan seperti itu dapat dinilai melanggar Pasal 5 ayat (1) di atas, tidakkah ketentuan seperti itu berdampak melumpuhkan UU Pers?
Kedua, UU KIP yang akan datang akan mengoperasikan Komisi Informasi. Pemerintah menjadi anggota. Tidakkah ketentuan seperti itu akan mendisain Komisi Informasi yang akan dating seperti Dewan Pers di era Orde Baru, ketuanya orang pemerintah, dan dengan posisi itu dapat mensubordinasi UU KIP itu sendiri?
UU KIP ini adalah UU paradoksal. Brandnya keterbukaan, isinya berkandungan kriminalisasi pengguna informasi. RUU KIP diawali dengan desain untuk memperkuat RUU Pers, tetapi diakhiri dengan desain berpotensi melumpuhkan UU Pers.
2. KUHP dan RUU KUHP mengancam:
Menteri Hukum dan Ham telah mempersiapkan RUU KUHP, yang lebih kejam dari KUHP buatan pemerintah kolonial Belanda (1917). KUHP berisi 37 pasal yang telah mengirim orang-orang pergerakan dan orang-orang pers ke penjara Digul. Selama 63 tahun ini masih digunakan memenjarakan wartawan. Kini, RUU KUHP bukannya disesuaikan dengan konsep good governance justru berisi 61 pasal yang dapat memenjarakan wartawan.
3. UU Penyiaran (No. 32/2002) mengancam:
UU Penyiaran (No. 32/2002) dalam beberapa pasal mengakomodasi politik hukum yang lebih kejam. Isi siaran televisi – termasuk karya jurnalistik – bermuatan fitnah, hasutan, menyesatkan, dan bohong diancam dengan pidana penjara bukan hanya sampai dengan lima tahun, juga dapat ditambah dengan denda paling banyak 10 miliar rupiah.
4. UU ITE mengancam:
Perkembangan teknologi informatika berdampak – demi survival dan kemajuan industri suratkabar harus mengikuti konvergensi media. Produk pers selain disebarkan lewat media cetak juga go on line dan mengembangkan industri dengan memiliki stasiun radio, televisi, dan media internet. Media mainstream seperti Kompas, Media Indonesia, Tempo kini dapat diakses dalam wujud informasi elektronik.
Pasal 27 Ayat 3 dan Pasal 45 Ayat 1 UU ITE dapat dibaca bahwa pers yang mendistribusikan karya jurnalistik memuat penghinaan dan pencemaran nama baik dalam wujud informasi elektronik dan dokumen elektronik diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda sampai satu miliar rupiah.
Persoalannya, UU Pers dan KUHP mendefinisi penghinaan dan pencemaran nama baik berbeda.

5. UU No. 10/2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD mengancam kemerdekaan pers:

Pasal 97: “Media massa cetak menyediakan halaman dan waktu yang adil dan seimbang untuk pemuatan berita dan wawancara serta untuk pemasangan iklan kampanye bagi peserta pemilu”.
Pasal 98 ayat (1): “KPI atau Dewan Pers melakukan pengawasan atas pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye pemilu yang dilakukan oleh lembaga penyiaran atau media cetak”.
Pasal 99 ayat (1): “Pelanggar Pasal 97 diancam pembredelan”.
UU Penyiaran (No.32/2002) Pasal 55 mengatur sanksi terhadap lembaga penyiaran mulai dari teguran tertulis, penghentian acara sementara, denda sampai pencabutan izin.
UU Pers selain menyiadakan pembredelan, berdasar Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (2) justru “ terhadap setiap orang yang menyensor, membredel, dan yang melarang penyiaran – diancam pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp. 500 juta,-.
Demikianlah paradoks Indonesia, UU Pers bukan hanya meniadakan pembredelan, juga mengancam penjara siapa saja yang menyensor, yang membredel penerbitan pers. Tetapi UU Pemilu justru memberi otoritas kepada Dewan Pers membredel media cetak.

Dengan demikian, tidak perlu dan tidak ada alasan sedikitpun bagi masyarakat untuk merasa cemas, trauma dan takut menggunakan layanan telekomunikasi dan dalam berkomunikasi secara elektronik bagi kepentingan aktivitas masing-masing masyarakat. Himbauan Departemen Kominfo ini perlu disampaikan agar supaya tidak ada keragu-raguan masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya secara terbuka seperti yang sering disampaikan dalam rubrik keluhan pembaca atau “Redaksi Yth ” di berbagai media massa, mengingat kecenderungan saat ini surat keluhan lebih banyak dikirimkan melalui sarana email dibandingkan dikirimkan melalui layanan pos atau jasa kurir swasta lainnya. Himbauan ini perlu disampaikan secara terbuka untuk mengurangi kecemasan masyarakat, karena aturan hukum yang mengatur kebebasan individu atau sekelompok orang atau institusi untuk memperoleh privasi dalam berkomunikasi secara elektronik sangat kuat dan ketat rambu-rambunya. Bahwasanya kemudian timbul masalkah hukum akibat isi dari komunikasi elektronik tersebut yang kemudian dibuka untuk konsumsi umum dan menimbulkan respon resistensi atau kebewratan dari pihak lain, maka hal tersebut adalah persoalan lain yang tidak langsung disebabkan oleh UU ITE tersebut

PASAL 28 E

Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran

Kebebasan beragama dalam kacamata Hak Asasi Manusia (HAM)

mempunyai posisi yang kompleks. Ia sering dipandang sebagai fasilitator bagi

kepentingan proteksi manusia sebagai Homo Sapiens. Ia memungkinkan manusia

mengembangkan kepribadian intelektual dan moralnya sendiri, menentukan sikap

terhadap kekuatan-kekuatan alam dan supranatural, dan membentuk hubungannya

dengan sesama makhluk.

Dalam konfigurasi ketatanegaraan, kebebasan beragama mempunyai posisi

yang penting juga. Sejumlah besar kegiatan manusia dilindungi oleh pasal-pasal

mengenai kebebasan beragama, kebebasan bereskpresi, dan kebebasan politik.

Norma-norma itu berkisar dari doa yang diucapkan dalam kesendirian hingga

partisipasi aktif dalam kehidupan politik suatu negara. Menurut Ifdhal Kasim

kebebasan beragama muncul sebagai HAM yang paling mendasar dalam instrumeninstrumen

politik nasional dan internasional, jauh sebelum berkembangnya

pemikiran mengenai perlindungan sistematis untuk hak-hak sipil dan politik.

Namun demikian, kebebasan beragama menemukan jantung “persoalan”

yang utama ketika berhadapan dengan entitas negara. Di sini muncul perdebatan gugus negara apa yang harus dibentuk supaya kebebasan beragama tidak teraniaya?

Sejauh mana legitimasi moral dan hukum bahwa negara boleh “mengelola” (baca: mengatur, membatasi, dan melarang) tindakan-tindakan yang bertolak tarik dengan kebebasan beragama?

Bagaimana juga kerangka yang bernurani untuk membaca kebebasan beragama berhadapan dengan kekuasaan dan kepentingan umum dalam

tarikan nafas HAM?

Walaupun sederhana, sembulan-sembulan persoalan tadi barangkali ada

kesesuaiannya dengan apa yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Sejumlah persoalan

yang menyangkut kebebasan beragama bermunculan mulai dari kekerasan berbasis agama, pelarangan ajaran-ajaran tertentu, sampai kepada kriminalisasi terhadap mereka yang dianggap sesat dalam aktivitas keagamaannya.5 Isu pokok yang

menjadi uraian dalam tulisan ini adalah makna kebebasan beragama, ditinjau dari hukum dan HAM, serta analisis yang menunjukkan adanya persoalan kebebasan

beragama ketika harus berhadapan dengan otoritas negara.

Dalam aras konstitusi, dapat ditunjuk sejumlah pasal yang bukan

saja menunjukkan pentingnya agama (dan aspek-aspek yang terkait dengannya),

akan tetapi juga betapa agama dan kehidupan beragama merupakan HAM, seperti:

1. Hak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya (Pasal

28A),

2. Hak untuk bebas memeluk agama dan beribadat (Pasal 28E);

3. Hak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,

sesuai dengan hati nuraninya (Pasal 28E ayat (2));

4. Hak atas pelrindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan

harta benda yang di bawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan

perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat

sesuatu yang merupakan hak asasi (Pasal 28G); dan

5. Hak atas bebas dari penyiksaan (Pasal 28G ayat (3)).

Puncak pengakuan atas hak asasi manusia dalam konstitusi ditutup dengan

pigura yang ‘berwibawa’ dan ‘tegas’ dengan termuatnya Pasal 28 J, yang

menyatakan: “(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain

dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (2) Dalam

menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada

pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud sematamata

untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan

orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil dan sesuai dengan

pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam

suatu masyarakat demokratis.” Kebebasan beragama sebagai salah satu fondasi

bernegara juga diakui oleh UUD 1945, yaitu Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2). (“Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa; Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu.”) Legalisasi dalam konstitusi itu kiranya cukup untuk menunjukkan bahwa agama menduduki porsi yang penting dalam kehidupan bernegara di Indonesia.

Ketika Negara Melindungi Agama

Betapapun dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan lainnya

menunjukkan pengakuan dan penghormatan terhadap agama dan kebebasan

beragama sebagai bagian HAM, akan tetapi dalam aras undang-undang,

perlindungan dan pengakuan pada agama sering menimbulkan potensi konflik.

Berkaitan dengan hal itu, ada sejumlah hal yang dapat dijadikan kajian dalam rubric ini.

Pertama, perlindungan kepentingan agama dalam perundang-undangan.

Ketentuan UU No.1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

Norma ini menyebabkan tidak diperbolehkannya perkawinan menurut agama dan kepercayaan yang belum diakui, dan menutup pintu untuk adanya perkawinan beda agama. Kalau dilihat dari teropong HAM Barat,

Pasal ini juga berpotensi melanggar hak asasi untuk memilih pasangan hidup. Lalu UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 12 ayat (1) dan Pasal 17 ayat (1).

Masingmasing pasal ini intinya adalah bahwa setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianut dan diajarkan oleh pendidik yang seagama, serta kewajiban satuan pendidikan untuk memuat kurikulum mengenai pendidikan agama. Ketentuan ini secara sosial berpotensi meimbulkan kecuriagaan antarkelompok masyarakat, tuduhan pemurtadan terhadap lembaga

pendidikan yang berafiliasi kepada agama tertentu, dan pelanggaran hak anak untuk memperoleh pendidikan. Sejumlah ketentuan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 1, Pasal 31, Pasal 33, Pasal 37, Pasal 39, Pasal 42, dan Pasal 86, yang pada pokoknya mengatur mengenai pengasuhan anak di mana pengasuh dan anak asuh harus seagama, merupakan contoh lain dari hokum yang bisa digunakan untuk kepentingan perlindungan agama.

Di samping itu,pemerintah juga ikut masuk mengawal kepentingan kerukunan umat beragama.

Hal ini bisa disimak dengan Keberadaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri (No. 9 Tahun 2006 dan No. 8 Tahun 2006) Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Beribadat.

Kedua, negara sebagai “polisi” agama. Umum diyakini betapapun hukum

melindungi kepentingan agama dan kebebasan beragama tapi pigura Pasal 28 J (2) tetap wajib diterapkan. Dalam sistem hukum Indonesia, khususnya dalam lapangan

hukum pidana, ada ketentuan yang berhubungan dengan perlindungan agama.

Secara teoritis sebetulnya tindak pidana terhadap kepentingan agama dapat

dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:

1. Tindak pidana yang ditujukan terhadap agama, yaitu yang benar-benar

membahayakan agama dan yang diserang secara langsung. Di sini perbuatan

maupun pernyataannya sengaja ditujukan langsung kepada agama. Orang

sering menyebut kategori perbuatan ini sebagai delik agama dalam arti

sempit.

2. Tindak pidana yang bersangkutan/berhubungan dengan agama, yaitu tidak

ditujukan secara langsung dan membahayakan agama itu sendiri. Orang

menyebut tindakan ini sebagai delik agama dalam arti luas. Jika kita menengok dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia, ternyatalah bahwa tindak pidana golongan pertama ada dalam Pasal 156, Pasal 156a, dan Pasal 157. Untuk lebih jelas, maka di bawah ini dikutipkan bunyi

pasal-pasal tersebut.

Kebebasan beragama sebagai HAM secara teoritis tidak dapat dipisahkan dari kebebasan berpendapat. Sementara kebebasan berpendapat sangat erat dan mustahil dilepaskan begitu saja dengan kebebasan berpikir dan kebebasan berkeyakinan.

Nah, jalinan semacam inilah yang seringkali menimbulkan batas tipis yang rumit

kalau bercakap-cakap soal kebebasan beragama. Pada aras bernegara, penerimaan gugus negara yang prismatik tentu lebih masuk akal karena dalam hal ini kebebasan

beragama sesungguhnya secara prinsip akan dapat diakui dan lebih terjamin secara hukum.

Perasaan lega juga dirasakan ketika melihat sejumlah norma dalam UUD

1945, khususnya Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 yang bisa menjadi ‘jaring pengaman’ sekaligus benteng hukum yang kokoh bagi pihak-pihak yang menjalankan hak dan melakukan kebebasan berekspresi menabrak batas yang disepakati.

Persoalan yang lebih krusial sebetulnya bukan sekedar sah atau tidaknya,

negara, terutama di Indonesia, melakukan perlindungan terhadap kepentingan

beragama. Hal ini sudah selesai di tingkat praksis sosial dan konstitusi. Tetapi

persoalan yang lebih urgen adalah sejauh mana porsi peran negara dalam

perlindungan hukum untuk kepentingan agama itu diwujudkan?

Penggunaan delik pidana seperti aturan KUHP tentu saja diperlukan.

Kebijakan dalam KUHP sekarang ini masih mencerminkan semangat kolonial

sehingga perlindungan kepentingan agama menjadi belum sempurna. Ke depan

tentu saja diharapkan pengaturan dalam KUHP Baru yang lebih komplet di mana

diharapkan adanya bab tersendiri yang menyangkut tindak pidana terhadap agama dan kehidupan agama.

Kamis, 25 Februari 2010

PASAR MODAL

Disusun oleh :

Agung yusardika

10208060

2 ea 01

Universitas gunadarma

Fakultas ekonomi

BAB I


PENDAHULUAN

Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya.

Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures, dan lain-lain.

Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”.

Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrument keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana, dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing instrument.

BAB II


PEMBAHASAN

Pasar Modal adalah wahana untuk mempertemukan pihak-pihak yang memerlukan dana jangka panjang dengan pihak yang memiliki dana tersebut.

Terdapat dua cara untuk melakukan inventasi di pasar modal, yaitu sebagai berikut:
Pasar Perdana yaitu pasar yang pertama kali melakukan penawaran efek dari penjual efek( emiten ) kepada masyarakat umum. Pembelian efek dapat dilakukan di pasar perdana.
Pasar Sekunder dengan harga efek ditentukan oleh kondisi perusahaan emiten, serta kekuatan permintaan dan penawaran efek di bursa. Pembelian efek dapat dilakukan di pasar sekunder.

Fungsi Pasar Modal

· Sumber dana jangka panjang

· Alternatif investasi

· Alat restrukturisasi modal perusahaan

· Alat untuk melakukan divestasi

Produk-produk Pasar Modal
Terdapat beberapa produk dalam transaksi jual beli di pasar modal. Produk-produk tersebut di antaranya saham, obligasi, reksadana. Berikut ini adalah penjelasan mengenai produk yang terdapat di pasar modal tersebut.

Mengenal Saham

Saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling popular. Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan perusahaan ketika memutuskan untuk pendanaan perusahaan. Pada sisi yang lain, saham merupakan instrument investasi yang banyak dipilih para investor karena saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik.
Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham:
1. Dividen
Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen.
Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai – artinya kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham - atau dapat pula berupa dividen saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut.

2. Capital Gain
Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya Investor membeli saham ABC dengan harga per saham Rp 3.000 kemudian menjualnya dengan harga Rp 3.500 per saham yang berarti pemodal tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp 500 untuk setiap saham yang dijualnya.

Sebagai instrument investasi, saham memiliki risiko, antara lain:
1. Capital Loss
Merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana investor menjual saham lebih rendah dari harga beli. Misalnya saham PT. XYZ yang di beli dengan harga Rp 2.000,- per saham, kemudian harga saham tersebut terus mengalami penurunan hingga mencapai Rp 1.400,- per saham.
Karena takut harga saham tersebut akan terus turun, investor menjual pada harga Rp 1.400,- tersebut sehingga mengalami kerugian sebesar Rp 600,- per saham.

2. Risiko Likuidasi
Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan). Jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham.
Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan risiko yang terberat dari pemegang saham. Untuk itu seorang pemegang saham dituntut untuk secara terus menerus mengikuti perkembangan perusahaan.

Di pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari, harga-harga saham mengalami fluktuasi baik berupa kenaikan maupun penurunan. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas saham tersebut. Dengan kata lain harga saham terbentuk oleh supply dan demand atas saham tersebut. Supply dan demand tersebut terjadi karena adanya banyak faktor, baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar dan faktor-faktor non ekonomi seperti kondisi sosial dan politik, dan faktor lainnya.

Mengenal Obligasi

OBLIGASI

Obligasi merupakan surat utang jangka menengah-panjang yang dapat dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut.

Jenis Obligasi

Obligasi memiliki beberapa jenis yang berbeda, yaitu :

1) Dilihat dari sisi penerbit :

a) Corporate Bonds : obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan, baik yang berbentuk badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha swasta.

b) Government Bonds : obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah pusat.

c) Municipal Bond : obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah untuk membiayai proyek-proyek yang berkaitan dengan kepentingan publik (public utility).

2) Dilihat dari sistem pembayaran bunga :

a) Zero Coupon Bonds : obligasi yang tidak melakukan pembayaran bunga secara periodik. Namun, bunga dan pokok dibayarkan sekaligus pada saat jatuh tempo.

b) Coupon Bonds : obligasi dengan kupon yang dapat diuangkan secara periodik sesuai dengan ketentuan penerbitnya.

c) Fixed Coupon Bonds : obligasi dengan tingkat kupon bunga yang telah ditetapkan sebelum masa penawaran di pasar perdana dan akan dibayarkan secara periodik.

d) Floating Coupon Bonds : obligasi dengan tingkat kupon bunga yang ditentukan sebelum jangka waktu tersebut, berdasarkan suatu acuan (benchmark) tertentu seperti average time deposit (ATD) yaitu rata-rata tertimbang tingkat suku bunga deposito dari bank pemerintah dan swasta.

3) Dilihat dari hak penukaran / opsi :

a) Convertible Bonds : obligasi yang memberikan hak kepada pemegang obligasi untuk mengkonversikan obligasi tersebut ke dalam sejumlah saham milik penerbitnya.

b) Exchangeable Bonds : obligasi yang memberikan hak kepada pemegang obligasi untuk menukar saham perusahaan ke dalam sejumlah saham perusahaan afiliasi milik penerbitnya.

c) Callable Bonds : obligasi yang memberikan hak kepada emiten untuk membeli kembali obligasi pada harga tertentu sepanjang umur obligasi tersebut.

d) Putable Bonds : obligasi yang memberikan hak kepada investor yang mengharuskan emiten untuk membeli kembali obligasi pada harga tertentu sepanjang umur obligasi tersebut.

4) Dilihat dari segi jaminan atau kolateralnya

a) Secured Bonds : obligasi yang dijamin dengan kekayaan tertentu dari penerbitnya atau dengan jaminan lain dari pihak ketiga. Dalam kelompok ini, termasuk didalamnya adalah:

- Guaranteed Bonds : Obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya dijamin denan penangguangan dari pihak ketiga

- Mortgage Bonds : obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya dijamin dengan agunan hipotik atas properti atau asset tetap.

- Collateral Trust Bonds : obligasi yang dijamin dengan efek yang dimiliki penerbit dalam portofolionya, misalnya saham-saham anak perusahaan yang dimilikinya.

b) Unsecured Bonds : obligasi yang tidak dijaminkan dengan kekayaan tertentu tetapi dijamin dengan kekayaan penerbitnya secara umum.

5) Dilihat dari segi nilai nominal

a. Konvensional Bonds : obligasi yang lazim diperjualbelikan dalam satu nominal, Rp 1 miliar per satu lot.

b. Retail Bonds : obligasi yang diperjual belikan dalam satuan nilai nominal yang kecil, baik corporate bonds maupun government bonds.

6) Dilihat dari segi perhitungan imbal hasil :

a. Konvensional Bonds : obligasi yang diperhitungan dengan menggunakan sistem kupon bunga.

b. Syariah Bonds : obligasi yang perhitungan imbal hasil dengan menggunakan perhitungan bagi hasil. Dalam perhitungan ini dikenal dua macam obligasi syariah, yaitu:

- Obligasi Syariah Mudharabah merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad bagi hasil sedemikian sehingga pendapatan yang diperoleh investor atas obligasi tersebut diperoleh setelah mengetahui pendapatan emiten.

- Obligasi Syariah Ijarah merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad sewa sedemikian sehingga kupon (fee ijarah) bersifat tetap, dan bisa diketahui/diperhitungkan sejak awal obligasi diterbitkan

Karakteristik Obligasi :

  • Nilai Nominal (Face Value) adalah nilai pokok dari suatu obligasi yang akan diterima oleh pemegang obligasi pada saat obligasi tersebut jatuh tempo.
  • Kupon (the Interest Rate) adalah nilai bunga yang diterima pemegang obligasi secara berkala (kelaziman pembayaran kupon obligasi adalah setiap 3 atau 6 bulanan) Kupon obligasi dinyatakan dalam annual prosentase.
  • Jatuh Tempo (Maturity) adalah tanggal dimana pemegang obligasi akan mendapatkan pembayaran kembali pokok atau Nilai Nominal obligasi yang dimilikinya. Periode jatuh tempo obligasi bervariasi mulai dari 365 hari sampai dengan diatas 5 tahun. Obligasi yang akan jatuh tempo dalam waktu 1 tahun akan lebih mudah untuk di prediksi, sehingga memilki resiko yang lebih kecil dibandingkan dengan obligasi yang memiliki periode jatuh tempo dalam waktu 5 tahun. Secara umum, semakin panjang jatuh tempo suatu obligasi, semakin tinggi Kupon / bunga nya.
  • Penerbit / Emiten (Issuer) Mengetahui dan mengenal penerbit obligasi merupakan faktor sangat penting dalam melakukan investasi Obligasi Ritel. Mengukur resiko / kemungkinan dari penerbit obigasi tidak dapat melakukan pembayaran kupon dan atau pokok obligasi tepat waktu (disebut default risk) dapat dilihat dari peringkat (rating) obligasi yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat seperti PEFINDO atau Kasnic Indonesia.

Harga Obligasi :


Berbeda dengan harga saham yang dinyatakan dalam bentuk mata uang, harga obligasi dinyatakan dalam persentase (%), yaitu persentase dari nilai nominal.
Ada 3 (tiga) kemungkinan harga pasar dari obligasi yang ditawarkan, yaitu:

  • Par (nilai Pari) : Harga Obligasi sama dengan nilai nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal Rp 50 juta dijual pada harga 100%, maka nilai obligasi tersebut adalah 100% x Rp 50 juta = Rp 50 juta.
  • at premium (dengan Premi) : Harga Obligasi lebih besar dari nilai nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal RP 50 juta dijual dengan harga 102%, maka nilai obligasi adalah 102% x Rp 50 juta = Rp 51 juta
  • at discount (dengan Discount) : Harga Obligasi lebih kecil dari nilai nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal Rp 50 juta dijual dengan harga 98%, maka nilai dari obligasi adalah 98% x Rp 50 juta = Rp 49 juta.

Yield Obligasi :

Pendapatan atau imbal hasil atau return yang akan diperoleh dari investasi obligasi dinyatakan sebagai yield, yaitu hasil yang akan diperoleh investor apabila menempatkan dananya untuk dibelikan obligasi. Sebelum memutuskan untuk berinvestasi obligasi, investor harus mempertimbangkan besarnya yield obligasi, sebagai faktor pengukur tingkat pengembalian tahunan yang akan diterima.

Ada 2 (dua) istilah dalam penentuan yield yaitu current yield dan yield to maturity.

  • Currrent yield adalah yield yang dihitung berdasrkan jumlah kupon yang diterima selama satu tahun terhadap harga obligasi tersebut.

Current yield = bunga tahunan

harga obligasi

Contoh:

Jika obligasi PT XYZ memberikan kupon kepada pemegangnya sebesar 17% per tahun sedangkan harga obligasi tersebut adalah 98% untuk nilai nominal Rp 1.000.000.000, maka:

Current Yield = Rp 170.000.000 atau 17%

Rp 980.000.000 98%

= 17.34%

  • Sementara itu yiled to maturity (YTM) adalah tingkat pengembalian atau pendapatan yang akan diperoleh investor apabila memiliki obligasi sampai jatuh tempo. Formula YTM yang seringkali digunakan oleh para pelaku adalah YTM approximation atau pendekatan nilai YTM, sebagai berikut:

YTM approximation = C + R – P

n x 100%

R + P

2

Keterangan:

C = kupon

n = periode waktu yang tersisa (tahun)

R = redemption value

P = harga pemeblian (purchase value)

Contoh:

Obligasi XYZ dibeli pada 5 September 2003 dengan harga 94.25% memiliki kupon sebesar 16% dibayar setiap 3 bulan sekali dan jatuh tempo pada 12 juli 2007. Berapakah besar YTM approximationnya ?

C = 16%

n = 3 tahun 10 bulan 7 hari = 3.853 tahun

R = 94.25%

P = 100%

YTM approximation = 16 + 100 – 94.25

3.853

= 100 + 94.25

2

= 18.01 %

Mengenal Reksa dana

Reksa dana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. Selain itu Reksa Dana juga diharapkan dapat meningkatkan peran pemodal lokal untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia.

Umumnya, Reksa Dana diartikan sebagai Wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya di investasikan dalam portofolio Efek oleh Manajer Investasi.

Mengacu kepada Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pasal 1 ayat (27) didefinisikan bahwa Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi.
Ada tiga hal yang terkait dari definisi tersebut yaitu, Pertama, adanya dana dari masyarakat pemodal. Kedua, dana tersebut diinvestasikan dalam portofolio efek, dan Ketiga, dana tersebut dikelola oleh manajer investasi.
Dengan demikian, dana yang ada dalam Reksa Dana merupakan dana bersama para pemodal, sedangkan manajer investasi adalah pihak yang dipercaya untuk mengelola dana tersebut.

Manfaat yang diperoleh pemodal jika melakukan investasi dalam Reksa Dana, antara lain:

Pertama, pemodal walaupun tidak memiliki dana yang cukup besar dapat melakukan diversifikasi investasi dalam Efek, sehingga dapat memperkecil risiko. Sebagai contoh, seorang pemodal dengan dana terbatas dapat memiliki portfolio obligasi, yang tidak mungkin dilakukan jika tidak tidak memiliki dana besar. Dengan Reksa Dana, maka akan terkumpul dana dalam jumlah yang besar sehingga akan memudahkan diversifikasi baik untuk instrumen di pasar modal maupun pasar uang, artinya investasi dilakukan pada berbagai jenis instrumen seperti deposito, saham, obligasi.

Kedua, Reksa Dana mempermudah pemodal untuk melakukan investasi di pasar modal. Menentukan saham-saham yang baik untuk dibeli bukanlah pekerjaan yang mudah, namun memerlukan pengetahuan dan keahlian tersendiri, dimana tidak semua pemodal memiliki pengetahuan tersebut.

Ketiga, Efisiensi waktu. Dengan melakukan investasi pada Reksa Dana dimana dana tersebut dikelola oleh manajer investasi profesional, maka pemodal tidak perlu repot-repot untuk memantau kinerja investasinya karena hal tersebut telah dialihkan kepada manajer investasi tersebut.

Seperti halnya wahana investasi lainnya, disamping mendatangkan berbagai peluang keuntungan, Reksa Dana pun mengandung berbagai peluang risiko, antara lain:

  • Risko Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan.
    Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham, obligasi, dan surat berharga lainnya) yang masuk dalam portfolio Reksa Dana tersebut.
  • Risiko Likuiditas
    Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh Manajer Investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas unit-unit yang dipegangnya. Manajer Investasi kesulitan dalam menyediakan uang tunai atas redemption tersebut.
  • Risiko Wanprestasi
    Risiko ini merupakan risiko terburuk, dimana risiko ini dapat timbul ketika perusahaan asuransi yang mengasuransikan kekayaan Reksa Dana tidak segera membayar ganti rugi atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti wanprestasi dari pihak-pihak yang terkait dengan Reksa Dana, pialang, bank kustodian, agen pembayaran, atau bencana alam, yang dapat menyebabkan penurunan NAB (Nilai Aktiva Bersih) Reksa Dana.


Dilihat dari portfolio investasinya, Reksa Dana dapat dibedakan menjadi:

  1. Reksa Dana Pasar Uang (Moner Market Funds). Reksa Dana jenis ini hanya melakukan investasi pada Efek bersifat Utang dengan jatuh tempo kurang dari 1 (satu) tahun. Tujuannya adalah untuk menjaga likuiditas dan pemeliharaan modal.
  2. Reksa Dana Pendapatan Tetap (Fixed Income Funds). Reksa Dana jenis ini melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk Efek bersifat Utang. Reksa Dana ini memiliki risiko yang relatif lebih besar dari Reksa Dana Pasar Uang. Tujuannya adalah untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang stabil.
  3. Reksa Dana Saham (Equity Funds). Reksa dana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk Efek bersifat Ekuitas. Karena investasinya dilakukan pada saham, maka risikonya lebih tinggi dari dua jenis Reksa Dana sebelumnya namun menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi.
  4. Reksa Dana Campuran. Reksa Dana jenis ini melakukan investasi dalam Efek bersifat Ekuitas dan Efek bersifat Utang.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Pasar Modal adalah tempat perusahaan mencari dana segar untuk mengingkatkan kegiatan bisnis sehingga dapat mencetak lebih banyak keuntungan. Dana segar yang ada di pasar modal berasal dari masyarakat yang disebut juga sebagai investor. Para investor melakukan berbagai tehnik analisis dalam menentukan investasi di mana semakin tinggi kemungkinan suatu perusahaan menghasilkan laba dan semakin kecil resiko yang dihadapi maka semakin tinggi pula permintaan investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan tersebut.

Jangka waktu jangka waktu yang panjang(lebih dari satu tahun)

Barang yang didagangkan yaitu : Saham,Obligasi,Reksa dana

Hasil dari pasar modal : Deviden dan capital gain

Pelaksana : Perusahaan efek dan Bursa Efek

Peran nya : Alternatif pendanaan perusahaan dan alternatifinvestasi bagi pemilik modal.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.isx.com

http://www.google.com

http://www.pasar modal-indoskripsi.com

Definisi pasar modal di google

Senin, 11 Januari 2010

SERTIFIKAT SEMINAR





Ini yang saya punya sertifikat yang pernah saya ikuti :

Senin, 04 Januari 2010

1. B. Konsep Koperasi Barat

2. A. Pengembangan usaha koperasi dalam hal investasi, inovasi dan pengembangan SDM

3. C. Aliran Yardstick

4. C. Aliran Commonwealth

5. C. Menurut Mohammad Hatta

6. A. Aktivitas koperasi bertujuan ekonomi

7. A. UU No. 25 Tahun 1992 pasal 3

8. B. Sebagai wahana untuk mewujudkan kepemilikan kolektif sarana produksi dan untuk mencapai tujuan sosial politik

9. C. Kerjasama antar koperasi

10. A. UU No. 25 Tahun 1992 pasal 22

11. B. Mengangkat dan memberhentikan pengelola

12. C. Kegiatan koperasi bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan

13. D. Berita Negara Republik Indonesia

14. B. Pengelola

15. D. Jasa usaha anggota dan jasa usaha bukan anggota

16. D. UU No. 25 Tahun 1992 Pasal 46

17. D. 5 tahun

18. A. Modal sendiri dan modal pinjaman

19. B. Teknologi dan sumber daya yang digunakan

20. D. Benar Semua


ESSAY

1. Jenis-jenis Konsep Koperasi adalah :

Konsep Koperasi Barat merupakan organisasi swasta, yang dibentuk secara sukarela oleh orang-orang yang mempunyai persamaan kepentingan, dengan maksud mengurusi kepentingan para anggotanya serta menciptakan keuntungan timbal balik bagi anggota koperasi maupun perusahaan koperasi. Adapun unsur-unsur positif dalam Konsep Koperasi Barat antara lain yaitu :

- Keinginan individu dapat dipuaskan dengan cara bekerjasama antarsesama anggota, dg saling membantu dan saling menguntungkan

- Setiap individu dg tujuan yang sama dapat berpartisipasi untuk mendapatkan keuntungan dan menanggung risiko bersama

- Hasil berupa surplus/keuntungan didistribusikan kepada anggota sesuai dengan metode yang telah disepakati

- Keuntungan yang belum didistribusikan akan dimasukkan sebagai cadangan koperasi

Konsep Koperasi Sosialis adalah koperasi yang direncanakan dan dikendalikan oleh pemerintah yang memiliki tujuan merasionalkan produksi untuk menunjang perencanaan nasional. Dan menurut konsepnya, koperasi ini tidak berdiri sendiri tetapi merupakan subsistem dari sistem sosialisme untuk mencapai tujuan sistem sosialis-komunis.
Konsep Koperasi Negara Berkembang adalah koperasi yang sudah berkembang dengan ciri tersendiri, yaitu dominasi campur tangan pemerintah dalam pembinaan dan pengembangannya.

2. Diketahui laporan pertanggung jawaban pengurus Koperasi “Ahimsa” tahun 2005 adalah sebagai berikut :

Selain itu diperoleh data simpanan anggota dan volume usaha per anggota adalah sebagai berikut : (dalam 000)

Jawab:

Cadangan = 323.000

Simpanan Anggota (Sa) :
1. Ahimsa = 2.750
2. Annisa = 3.250
3. Rizky = 2.250

Total Modal Simpanan (TMS) = 125.800

Volume Usaha Anggota (Va) :
1. Ahimsa = 25.250
2. Annisa = 20.575
3. Rizky = 15.750

Total Volume Usaha Anggota (TVA) = 579.950

Jasa Usaha Anggota (JUA)
= 75% x 323.00
= 242.250
Jasa Modal Anggota (JMA)
= 25% x 323.000
= 80.750


a) SHU Usaha Ahimsa
= Va / TVA (JUA)
= 25.250 / 579.950 (242.250)
= 10.547,138

SHU Modal Ahimsa
= Sa / TMS (JMA)
= 2.750 / 125.800 (80.750)
= 1.765,203

SHU Ahimsa
= 10.547,138 + 1.765,203 (1000)
= 12.312.341


b) SHU Usaha Annisa
= Va / TVA (JUA)
= 20.575 / 579.950 (242.250)
= 8.594,351

SHU Modal Annisa
= Sa / TMS (JMA)
= 3.250 / 125.800 (80.750)
= 2.086,149

SHU Annisa
= 8.594,351 + 2.086,149 (1000)
= 10.680.500


c) SHU Usaha Rizky
= Va / TVA (JUA)
= 15.750/ 579.950 (242.250)
= 6.578,908

SHU Modal Rizky
= Sa / TMS (JMA)
= 2.250 / 125.800 (80.750)
= 1.444,257

SHU Rizky
= 6.578,908 + 1.444,257 (1000)
= 8.023.165

Senin, 21 Desember 2009

penilaian kinerja dan kompensasi

Sebelum tahun 2008, PT. XYZ tidak memiliki suatu sistem penilaian kinerja untuk menilai kinerja para
karyawannya.Khususnya di Departemen Penjualan dan Pemasaran, kinerja hanya diukur berdasarkan pada
prestasi pegawai dalam mencapai target penjualan yang telah ditetapkan setiap tahun. Sebagai penghargaan terhadap prestasi tersebut, diberlakukan sistem pemberian imbalan berupa bonus atas target penjualan
tertentu. Namun, sistem ini dirasakan tidak selalu menjamin karyawan untuk termotivasi mencapai target
penjualan yang lebih tinggi atau memperbaiki kinerja yang kurang.

Oleh karena itu, pada tahun 2008,
disusun dan diterapkanlah suatu sistem penilaian kinerja oleh manajer lini di Departemen Penjualan dan
Pemasaran tersebut. Namun, penerapan sistem baru ini juga masih dirasakan belum memperlihatkan pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan motivasi dan kinerja karyawan.
Maka, dari kasus tersebut,dilakukanlah penelitian ini untuk mengetahui bagaimana persepsi karyawan terhadap sistem penilaian
kinerja yang diterapkan tersebut dan bagaimana dampaknya terhadap penentuan kompensasi,sehingga dapat diketahui juga apakah ada permasalahan atau kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki dalam sistem tersebut.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat analisa eksploratif,dimana data kuantitatif yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner akan diterjemahkan ke dalam angka yang dianalisa
secara statistik, dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa kualitatif untuk hasil laporan.
Pada akhir penelitian, hasil laporan juga akan merekomendasikan prinsip-prinsip sistem penilaian kinerja dan
kompensasi/rewarding yang baik bagi karyawan di bagian penjualan dan pemasaran untuk pertimbangan
perusahaan.

Contoh kasus:

Suatu siang di perkantoran di kawasan Sudirman Jakarta Pusat, Teguh (30) seorang customer service di salah satu bank swasta tersenyum cerah bersama Ramadhan (29) temannya bekerja. “Seperti biasa, bulan-bulan ini manajemen melakukan performance appraisal. Kami baru saja dipanggil untuk itu, dinilai kinerja kami,” terang Teguh diiyakan Ramadhan yang juga terlihat bersahaja.

Menurut kedua karyawan itu, seperti tahun-tahun sebelumnya seusai mereka dinilai kinerjanya, bonus sedikitnya 2 kali gaji pokok dan promosi jabatan menanti mereka di akhir tahun. “Malahan saya pernah mendapat tiga kali gaji,” lanjut Ramadhan. Apa yang tengah dialami keduanya bisa jadi juga sedang dialami oleh banyak karyawan lainnya, mengingat menjelang akhir tahun biasanya para perusahaan melakukan penilaian terhadap kinerja para karyawannya. Dan pada akhirnya miliaran rupiah bakal digelontorkan sebagai bentuk kompensasi dari baiknya kinerja mereka. Tapi pertanyaanya sekarang, apakah performance appraisal atau penilaian kerja yang dibilang Teguh dan Ramadhan selalu berujung pada pemberian bonus dan promosi jabatan? Atau ada yang lainnya?

Managing Director Multi Talent Indonesia, Irwan Rei menyatakan bahwa peran sistem Performance Management (PM) dalam hal ini performance appraisal demikian penting di dalam organisasi dan merupakan salah-satu alat utama dari perusahaan untuk mencapai tujuannya. PM dapat dilihat sebagai kompas maupun rapor perusahaan, beserta proses pengelolaannya. Rapor yang efektif akan memperlihatkan dengan jelas apa yang perlu dicapai oleh pegawainya. Rapor yang dikelola dengan baik juga akan membantu pegawai untuk fokus melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan tujuan utama organisasi.

Seperti di Garuda Indonesia misalnya, menurut, Vice President Marketing and Product Strategy Garuda Indonesia Prijastono Purwanto, bicara grade system ditempatnya dilihat dari task performancenya. “Sudah dapat tugas apa saja, pencapaiannnya bagaimana, dan grade itu kan makin ke atas makin baik dan itu berpengaruh terhadap besaran bonus ataupun insentif yang nantinya ia terima,” terang Prijastono lagi. Sementara itu di Direktur Utama Bank Bukopin, Glen Glenardi, mengaku pihaknya secara rutin melakukan penilaian kerja terhadap karyawannya setiap tahun. “Setiap tahun kita melakukan itu, dan kita mempunyai kritereia. Setiap tahun itu kita mempunyai pola penilaian yang berbeda-beda. Itu normative, karena kan situasi bisnis juga kan berubah terus. Tetapi esensinya sama, ada pencapaian yang disepakati,: ungkap Glen.

Sama seperti kebanyakan bank pada umumnya, Glen mengaku pihaknya menggunakan Merit system, Promotion system untuk mengukur kinerja karyawannya. “Merit itu kan gradually, naik gaji, berdasarkan penilaian. Dapat nilai A, naik gajinya sekian persen, B naiknya sekian persen, C sekian dan lain-lain. Tapi kalau promotion biasanya seseorang itu dinaikkan pangkat. Jadi ada juga promotion. Setiap tahun biasanya akan muncul hal-hal yabg begitu,” tambahnya. Untuk itu Glen juga tak lupa menyiapkan bonus bagi mereka yang menampakkan kinerja yang baik. “Hanya saja berapa persennya itu kebijakan SDM. Normati. Itu selalu dengan sendirinya. Oleh karena itu relatively gaji di kita ini ada yang dapatnya lebih besar, sekian puluh, ada THR, tunjangan pendidikan, tunjangan puasa. Artinya begini, ada yang pasti gaji itu 13. tapi kalau kita lagi ada rejeki, ada tambahan lah. Misalnya pendidikan. Pada saat anak masuk sekolah ada bantuan. Yang pasti itu 13. sisanya kondisional dan tergantung pencapaian masing-masing,”ujar Glen diplomatis.

Sementara itu , untuk mempertahankan kinerja perusahaan untuk tetap prima, GM Human Resources RCTI Maezar Maolana mengaku pihaknya melakukan penilaian kerja sebanyak dua kali dalam setahun. “Penilaian kerja itu berlaku untuk seluruh level atau grade kepegawaian,” terang Maezar. Sedangkan untuk soal bonus, Maezar mengaku pihaknya bisa tidak memberikan bonus atau memberikan bonus hingga lima kali gaji.”Semuanya tergantung penilaian kerja mereka,” terangnya lagi. Efektivitas Performance Appraisal Sementara itu di dalam contoh yang berbeda, sebuah perusahaan sepatu asal Korea Selatan yang beroperasi di wilayah Tangerang Banten terpaksa tutup dan akhir-nya hengkang dari negeri ini. Dampaknya, ratusan bahkan ribuan buruhnya terpaksa harus kehilangan pekerjaan. Ketika dikonfirmasi alasan penutupan itu, pihak manajemen pabrik menjawab kinerja karyawannya yang buruk membuat pabriknya tidak mampu menghasilkan priduk yang mampu bersaing di pasaran.

Lalu bagaimana bisa sebuah perusahaan bisa bermasalah dengan kinerja karyawannya? Padahal, perusahaan-perusahaan besar seharusnya mempunyai sistem yang baik dan teruji untuk masalah seperti ini. Namun, kenyataanya, kebanyakan perusahaan besar justru tidak efektif jika harus berurusan dengan masalah kepegawaian macam ini. Khususnya dalam hal penilaian kinerja karyawannya. Beberapa pakar manajemen SDM sempat berpendapat bahwa proses penilaian pegawai atau penilaian karya (performance appraisal) perlu ditiadakan sama sekali. Alasan mereka, orang yang dinilai umumnya tidak menyenangi proses ini. Terlalu banyak kelemahan yang terkandung dalam sistem yang selama ini ada. Tak cuma itu, pihak yang harus menilai dan memberi nilai (para atasan) pun banyak yang tidak menyenangi proses ini.

Yang lebih penting lagi, banyak penelitian mengenai penilaian kerja ternyata menunjukkan bahwa penerapannya tidaklah meningkatkan kinerja para karyawan secara umum. Lantas untuk apa ada performance appraisal di tempat kerja? Namun pakar lainnya menggangap bahwa penilaian kerja menjadi cara efektif untuk meningkatkan kinerja karyawan. Buat Irwan Rei, Performance Management (PM) digambarkan sebagai suatu sistem untuk mengelola kinerja organisasi dan individu.

Demikian banyak konsep mengenai PM, mulai dari MBO (Management By Objectives) sampai PM berbasis Balanced Scorecard, namun menurutnya semuanya dapat dilihat dari kaca-mata yang sama, yaitu adanya proses pengelolaan kinerja. “Pengelolaan kinerja ini mulai dari perencanaan, evaluasi sampai rewarding,” terang Irwan lagi. Tidak cuma itu, penetapan Isi (content) dari PM, umumnya dalam bentuk KPI dan Kompetensi, serta hubungan (linkage) antara PM dengan berbagai sistem dan program SDM lainnya, seperti Compensation dan Training & Development juga merupakan bagian dari sebuah proses pengelolaan kerja.

Perusahaan-perusahaan di Indonesia umumnya sudah menerapkan PM, walau istilah maupun tingkat kecanggihannya berbeda-beda dari perusahaan yang satu dengan yang lainnya. Dari sisi content, ada yang menerapkan PM dengan pendekatan MBO (Management By Objective), ada yang sudah berbasis Balanced Scorecard, namun juga ada yang sifatnya kualitatif dan tidak terlalu berhubungan dengan apa yang menjadi tujuan organisasi. Ada yang prosesnya lengkap mulai dari perencanaan, review, sampai rewarding, ada yang hanya ada reviewing dan rewarding saja, tanpa ada perencanaan kerja yang jelas.

Ketinggalan Zaman

Namun di tengah maraknya kebutuhan terhadap penilaian kerja untuk mempertahankan performa perusahaan, gugatan lain muncul. Banyak anggapan mengatakan bahwa sistem penilaian terhadap performa yang diterapkan di banyak perusahaan di Indonesia sudah ketinggalan zaman. Efeknya adalah tidak efektifnya penilaian tersebut dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Untuk yang satu ini, Irwan mengingatkan kalau sebuah perusahaan dapat mengevaluasi efektivitas suatu sistem PM di dalam organisasi dengan menggunakan 3 pilar utama, yaitu: proses, isi dan hubungan PM dengan sistem maupun program PM lainnya.

Dari sisi proses, tahapan umum yang ideal adalah adanya tahapan perencanaan kerja, dimana tujuan kerja ditetapkan beserta KPI maupun targetnya, dilanjutkan dengan tahapan review atau evaluasi atas pencapaian target KPI, dan tahapan rewarding, dimana karyawan mendapatkan reward sesuai dengan prestasi kerja atau pencapaian target KPI maupun pelatihan untuk meningkatkan kinerja pegawai. “Demikianlah siklus umum ini akan berulang secara teratur,” ujar Irwan lagi.

Dalam prakteknya, cukup sering dijumpai perusahaan di Indonesia yang tidak melakukan tahapan perencanaan, sehingga sistem PM akibatnya lebih fokus ke masa-lalu ,kecuali dalam tahapan reviewing, bukan ke masa depan. “Padahal managing performance hanya bisa dilakukan dengan baik bila tujuannya jelas terlebih dahulu,” terangnya. Sedangkan dari sisi, isi, berapa banyak perusahaan yang menerapkan target atau sasaran kerja yang memiliki hubungan yang jelas dengan apa yang ingin dicapai oleh organisasi? Sejauh mana visi, misi, kalau ada dan tujuan organisasi ditranslasikan kepada KPI-KPI individu. Konsep seperti Balanced Scorecard dan Kompetensi merupakan salah-satu cara organisasi untuk mengisi content dari PM dengan efektif.

Dari sisi hubungan (linkage/integrasi) dari sistem PM dengan sistem maupun program HR lainnya, cukup banyak perusahaan yang sudah mengintegrasikan sistem PM dengan sistem lainnya, seperti compensation dan training & development, namun tidak sedikit juga perusahaan yang memiliki sistem PM yang tidak berhubungan dengan sistem dan program SDM lainnya, padahal pengelolaan kinerja karyawan itu juga membutuhkan dukungan sistem dan program SDM lainnya.

Dalam mengukur kinerja karyawan, menurut Irwan umumnya dikenal sistem MBO (Management By Objective) dan sistem PM berbasis Balanced Scorecard. Sistem PM berbasis BSC relatif lebih baik dibandingkan MBO karena isi (content) dari PM yang digunakan memiliki hubungan yang lebih jelas dengan tujuan utama dan strategi organisasi. Proses pembuatan scorecard atau pembentukan KPI untuk berbagai bagian dan tingkatan dari organisasi pun membantu karyawan melihat dengan lebih jelas hubungan antara pekerjaan mereka (line-of-sight) dengan pekerjaan pegawai di bagian lain dari organisasi.

Selain itu juga ada sistem PM berbasis kompetensi, dimana yang menjadi indikator utama kinerja adalah kompetensi. Sistem PM berbasis kompetensi baik digunakan untuk jenis pekerjaan yang hasil umumnya bersifat kualitatif, tidak mudah terukur dan banyak mengandalkan perilaku, seperti kepemimpinan, fokus pelayanan kepada pelanggan, kerja sama tim hingga kemampuan komunikasi. “ Atau ada juga sistem PM yang menggabungkan BSC dan kompetensi di dalamnya,”ucapnya.

Namun dari sekian banyak pendekatan sistem yang ada, Irwan mengingatkan bahwa dalam hal pengelolaan kinerja organisasi, sistem PM berbasis BSC merupakan suatu sistem yang baik untuk diterapkan. “Tidak saja karena hubungan yang jelas antara visi, misi dan tujuan organisasi dengan apa yang perlu dicapai oleh karyawan dan berbagai bagian dari organisasi, dalam bentuk KPI dan targetnya, namun juga karena penggunaan KPI - yang sifatnya terukur - akan mengurangi subjektifitas di dalam penilaian kinerja pegawai,” terang Irwan yakin.

Sistem PM berbasis BSC bagi Irwan juga bisa digabungkan dengan kompetensi di dalam isinya, untuk membantu perusahaan menilai kinerja karyawan dengan lebih menyeluruh maupun memfasilitasi jenis-jenis pekerjaan yang tidak mudah untuk diukur KPI-nya. “Yang penting adalah bahwa isi apapun yang diukur dan dikelola di dalam suatu sistem PM, semuanya itu harus memiliki hubungan yang jelas dengan apa yang ingin dicapai oleh organisasi, sehingga kita mengukur dan mengelola apa yang penting untuk diukur dan dikelola, dan tidak hanya sekedar untuk memiliki alat-ukur,” ujar Irwan mengakhiri pendapatnya.