Senin, 24 Oktober 2011

teori etika bisnis

Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

antara lain yaitu pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab sosial,

mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep

pembangunan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan

persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan,

menghindari sikap 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)

mampu mengatakan yang benar itu benar, dll.

Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan

kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan

secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan

mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan

bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.

Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat

membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good

conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah

tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta

kelompok yang terkait lainnya. Mengapa ?

Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan

pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu

dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang

transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun

bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara

pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait

yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang

disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas

untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian

antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang

mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.

Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,

antara lain ialah

  1. Pengendalian diri
  2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
  3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
  1. Menciptakan persaingan yang sehat
  2. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
  3. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
  4. Mampu menyatakan yang benar itu benar
  5. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
  1. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
  2. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati.

Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini

sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya

perkembangan globalisasi dimuka bumi ini.

Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua

pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi, serta optimis

salah satu kendala dalam menghadapi tahun 2000 dapat diatasi.

Pelanggaran etika bisnis itu dapat melemahkan daya saing hasil industri

dipasar internasional. Ini bisa terjadi sikap para pengusaha kita.

Lebih parah lagi bila pengusaha Indonesia menganggap remeh etika bisnis

yang berlaku secara umum dan tidak pengikat itu.

Kecenderungan makin banyaknya pelanggaran etika bisnis membuat

keprihatinan banyak pihak. Pengabaian etika bisnis dirasakan akan membawa

kerugian tidak saja buat masyarakat, tetapi juga bagi tatanan ekonomi nasional.

Disadari atau tidak, para pengusaha yang tidak memperhatikan etika bisnis akan

menghancurkan nama mereka sendiri dan negara.


referemsi dari : Etika Bisnis

Ritha F. Dalimunthe

Jurusan Manajemen

Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara

Bisnis yang tidak beretika

Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi

Etika adalah aturan-aturan yang tidak dapat dilanggar dari perilaku yang diterima masyarakat baik itu perilaku “baik” maupun “buruk”.. Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Langkah apa yang harus ditempuh? Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi.

Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis. Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis seharihari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan.

Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.

contoh nya dalam mempromosikan iklan seperti provider telkomsel, indosat dan xl. mereka saling menjatuhkan untuk menarik perhatian pelanggan nya, agar pindah ke provider yang mereka inginkan. dah banyak hal lain yang terjadi seperti ini.

referensi dari :

Ritha F. Dalimunthe Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

Kamis, 24 Februari 2011

Soal PSSI, Golkar Minta Pemerintah Tahan Diri

Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Ricky Rachmadi meminta para pejabat pemerintah, terutama Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, untuk menahan diri dalam soal Kongres PSSI.

"Kita jangan terprovokasi untuk memusuhi seseorang atau sekelompok orang, khususnya kini di tubuh PSSI, lalu ada proses pengerahan massa aksi yang terkesan mendapat angin dari ucapan-ucapan bernada menyulut revolusi seperti yel-yel "Revolusi PSSI"," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan itu, menyusul gelombang aksi massa di beberapa tempat, terutama sekitar Kompleks Kantor PSSI di Senayan, Jakarta.

Dalam aksi massa itu foto-foto Ketua Umum PSSI Nurdin Halid dibakar, kantor PSSI disegel dan pengusungan poster maupun aneka atribut bertuliskan kata-kata yang semakin tidak etis.

Ricky Rachmadi dkk berharap pejabat pemerintah tidak perlu kelihatan terlalu memihak siapapun, termasuk calon-calon ketua umum PSSI tertentu.

"Kita kan sudah mulai melek demokrasi. Jangan hanya slogan menyatakan dirinya demokrat, tetapi dalam menghadapi lawan, ternyata menggunakan senjata kekuasaan," tandasnya.

Ricky Rachmadi mengaku tidak memihak Nurdin Halid yang notabene kader Partai Golkar.

"Tak ada hubungan dengan itu. Golkar akan mendukung siapapun kader bangsa terbaik untuk mengemban misi kekaryaan di mana saja. Jika memang yang bersangkutan bisa diterima, layak bekerja serta pantas. Kalau tidak layak dan tak pantas, jangan didukung," tegasnya.

Ia juga mengingatkan, agar jika memang mau berevolusi maka lakukanlah itu untuk hal-hal lebih signifikan, seperti membongkar dan menghancurkan mafia pajak, mafia kasus dan mafia hukum.

"Jadi, kita jangan beraninya cuma `Revolusi PSSI` dan melawan Nurdin Halid lagi yang notabene orang sipil, yang mendapat beking setengah hati, kini nggak punya pasukan, lalu berhadap-hadapan dengan lawan-lawan punya pasukan, uang dan kekuasaan," demikian Ricky.

Referensi :
http://www.antaranews.com/berita/247505/soal-pssi-golkar-minta-pemerintah-tahan-diri

Bahaya Politisasi Hasil Penelitian


Di negara kita sekarang ini sepertinya tidak ada subyek yang lepas dari politisasi DPR, termasuk juga hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga perguruan tinggi.

Berita yang paling hangat saat ini adalah mengenai isu ditemukannya bakteri Enterobacter Sakazakii pada susu formula.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti IPB, Dr Sri Estuningsih pada tahun 2003-2006, ditemukan adanya lima dari 22 sampel susu formula yang mengandung bakteri E. Sakazakii yang dikhawatirkan dapat mengakibatkan berbagai dampak kesehatan yangg kurang baik terhadap balita.

Akan tetapi, nampaknya informasi yang diterima masyarakat maupun DPR pun masih simpang siur.

Mereka hanya melihat semata-mata bahaya yang diakibatkan oleh bakteri E. Sakazakii tanpa mau menelaah terlebih dahulu inti persoalan yang sesungguhnya dan sejauh mana masalah ini sebenarnya telah ditangani oleh instansi-instansi yang terkait, khususnya dalam hal ini BPOM dan IPB.

Sehingga tidak aneh apabila kemudian muncul tuntutan kepada IPB untuk melakukan penelitian ulang bahkan adanya suara-suara keji yang menuduh pihak IPB telah mendapatkan kompensasi dari produsen susu.

Lebih mengherankan lagi adalah adanya tuntutan dari DPR, dalam rapat kerja dengan Menkes, BPOM dan IPB, kepada IPB untuk segera mengungkapkan nama-nama produsen susu formula yang tercermar produknya oleh bakteri E Sakazakii.

Ada sejumlah pertanyaan penting yang perlu disampaikan dalam tulisan ini, perlukah IPB menyampaikan hasil penelitian mengenai susu formula ini kepada publik? Resiko apa yang muncul apabila IPB membeberkan hasil penelitian tersebut, dan apakah bahaya dari politisasi hasil penelitian?

Etika penelitian
Layaknya profesi lainnya, seorang peneliti dalam melakukan kegiatan penelitian juga harus berpedoman pada etika yaitu etika penelitian.

Ada beberapa prinsip dari etika penelitian tetapi yang paling relevan dalam isu susu formula ini adalah keharusan menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian, keharusan untuk melaporkan hasil penelitian, dan tanggung jawab sosial (social responsibility).

Etika keharusan menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian sangat penting untuk menjamin adanya rasa saling percaya antara peneliti dan subyek penelitian.

Landasan etika inilah yang memberikan pijakan bagi para peneliti dan juga Dr Sri Estuningsih tidak mencantumkan nama-nama merk susu formula dalam laporan penelitiannya.

Apabila prinsip etika penelitian ini dilanggar maka akan menjadi preseden yang tidak baik pada masa depan dan akibatnya para peneliti pun akan kesulitan untuk mendapatkan subyek penelitian karena mereka khawatir privacy-nya akan diungkapkan dengan mudah kepada publik.

Selain itu tidak menutup kemungkinan adanya tuntutan hukum dari subyek penelitian karena privasinya dan perjanjian antara kedua belah pihak telah dilanggar.

Peneliti juga mempunyai tanggung jawab melaporkan hasil penelitian. Hal ini tergantung dari jenis penelitian dan apakah penelitian tersebut didanai oleh pihak tertentu.

Hasil penelitian bakteri E. Sakazaki oleh Dr Estuningsih dengan dana dari pihak Dikti, telah disampaikan kepada BPOM sebagai instansi pemerintah yang berkepentingan terhadap hasil penelitian tersebut.

Dengan tujuan supaya produsen susu formula dapat segera memperbaiki kualitas produknya sehingga dapat memenuhi standard yang ditentukan oleh BPOM.

Dengan demikian dari sisi tanggung jawab sosial, Dr Estuningsih selaku peneliti telah memenuhi kewajibannya dengan memberikan laporan hasil penelitiannya kepada BPOM yang kemudian menindaklanjuti dengan melakukan penelitian lanjutan pada tahun 2008 terhadap 96 sampel produsen susu.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh BPOM pada tahun 2009 dan 2011 masing-masing terhadap 11 dan 18 sampel.

Dari ketiga penelitian tersebut, BPOM tidak menemukan adanya kandungan bakteri E Sakazaki. Artinya masyarakat sebagai konsumen seharusnya tidak perlu khawatir untuk membeli dan mengkonsumsi susu formula.

Hanya sayangnya informasi ini tidak diterima secara utuh oleh masyarakat. Terlebih lagi politisi DPR yang seharusnya lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi persoalan ini malah semakin memperkeruh suasana dengan ngototnya sebagian anggota DPR meminta agar nama-nama produsen susu dari penelitian IPB yang terbukti tercemar oleh bakteri E Sakazaki segera diungkapkan ke publik.

Apakah kemudian IPB harus menyampaikan kepada publik nama-nama dari produsen susu dari hasil penelitiannya?

Tidak mudah menjawab hal ini karena Mahkamah Agung telah memutuskan bahwa IPB harus mengumumkannya.

Tetapi juga menarik untuk mencermati pandangan pengamat kebijakan publik Agus Pambagio dan Direktur Litigasi Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Mualimin Abdi yang mengatakan bahwa apabila pelaksanaan keputusan MA dikhawatirkan akan menimbulkan keresahan baru maka dapat dibenarkan untuk tidak mematuhi keputusan kasasi MA tersebut.

Hanya saja sebagaimana yang disampaikan oleh Rektor IPB, Bapak Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc, pengungkapan hasil penelitian tidak hanya mencederai etika penelitian tetapi juga merusak rasa keadilan karena hanya sebagian kecil produsen susu yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian tersebut

Politisasi penelitian
DPR tentu saja berhak meminta transparansi hasil penelitian kalau memang dalam perjalanannya pemerintah bersikap lalai dalam menyikapi temuan hasil penelitian IPB, atau dalam kondisi yang lebih ekstrim lagi telah terjadinya epidemi di masyarakat yang disebabkan oleh bakteri E Sakazakii.

Akan tetapi kedua hal tersebut tidak terjadi dan temuan-temuan lanjutan oleh BPOM menunjukkan bahwa susu formula aman dari bakteri E Sakazakii.

Singkatnya, temuan hasil IPB pada lima sampel produsen susu tersebut menjadi tidak relevan lagi dengan kondisi sekarang. Selain itu pula, penelitian itu bukan ditujukan untuk melakukan audit atau pemeriksaan terhadap seluruh produsen susu.

Dengan demikian, seyogyanya dalam menyikapi issue bakteri E Sakazakii di susu formula ini, DPR harus lebih fokus kepada penyelesaian masalah agar masyarakat awam menjadi lebih teredukasi.

Bagaimana caranya? Yaitu turut menenangkan masyarakat bahwa sekarang tidak ada susu yang tercemar bakteri E Sakazakii, bagaimana mengkonsumsi susu formula yang aman bagi bayi, pentingnya ASI bagi bayi.

Bukan menjadikan temuan bakteri E Sakazakii pada susu formula sebagai isu atau dagangan politik semata.

Apabila hasil-hasil penelitian juga dipolitisasi oleh DPR maka jangan disalahkan apabila ini akan menurunkan semangat para ilmuwan untuk meneliti yang ujung-ujungnya mengakibatkan kemandekan ilmu pengetahuan dan teknologi di Negara kita.

Sehingga wajar kalau ada peneliti yang berkeluh kesah "Kasihan sekali peneliti kita. Sudah niatnya tulus dan memberikan sumbangsih bagi kemajuan bangsa, tetapi akhirnya malah diobok-obok dan menjadi bumerang (back fire) bagi diri sendiri".

Referensi :
http://www.antaranews.com/berita/247448/bahaya-politisasi-hasil-penelitian

Senin, 10 Januari 2011

RISET KONSUMEN

Bidang riset konsumen dikembangkan sebagai perluasan bidang riset pemasaran, hampir semata-mata memfokuskan perhatiannya pada perilaku konsumen bukannya pada aspek-aspek lain dalam proses pemasaran. Hasil-hasil riset pasar dan juga hasil riset konsumen digunakan untuk memperbaiki pengambilan keputusan manajerial. Alasan pertama mempelajari perilaku konsumen adalah untuk memungkinkan para pemasar meramalkan bagaimana para konsumen akan bereaksi terhadap berbagai pesan promosi dan untuk memahami cara mereka mengambil keputusan membelinya

PARADIGMA RISET KONSUMEN
Para peneliti konsumen periode pertama hanya sedikit memikirkan pengaruh suasana hati, emosi, atau situasi terhadap keputusan konsumen. Mereka percaya bahwa pemasaran hanya merupakan ilmu ekonomi terapan, dan bahwa para konsumen adalah pengambil keputusan yang rasional, yang secara obyektif menilai barang dan jasa yang tersedia bagi mereka dan hanya memilih yang memberikan manfaat tertinggi dengan harga yang terendah.

Para peneliti konsumen sekarang ini menggunakan dua macam metodologi riset yang berbeda untuk mempelajari perilaku konsumen, yaitu :
- Riset Kuantitatif
Bersifat desktiptif dan digunakan oleh para peneliti untuk memahami pengaruh berbagai masukan promosi terhadap konsumen, sehingga memungkinkan para marketer meramalkan perilaku konsumen.
- Riset Kualitatif
Terdiri dari wawancara, kelompok focus, analisis kiasan, riset kolase, dan teknik proyeksi. Teknik-teknik ini terutama digunakan untuk memperoleh gagasan baru untuk kampanye promosi.

Perbandingan antara Positivisme dan Interpretivisme :
TUJUAN
Positivisme Peramalan tindakan konsumen
Interpretivisme Memahami berbagai praktik konsumsi

METODOLOGI
Positivisme Kuantitatif
Interpretivisme Kualitatif

ASUMSI
Positivisme
• Rasionalitas
• Sebab dan akibat perilaku dapat dikenali dan dipisahkan
• Penyebab perilaku dapat dikenali
• Peristiwa dapat diukur secara obyektif
• Hasil riset dapat digeneralisasikan ke populasi yang lebih besar

Interpretivisme
• Tidak ada kebenaran tunggal dan obyektif
• Realitas adalah subyektif
• Sebab dan akibat tidak dapat dipisahkan
• Interaksi peneliti/responden mempengaruhi hasil riset
• Hasil riset sering tidak digeneralisasikan ke populasi yang lebih besar

PROSES RISET KONSUMEN
1) Menentukan tujuan riset
2) Mengumpulkan dan mengevaluasi data sekunder
3) Merancang studi riset primer
4) Mengumpulkan data primer
5) Menganalisis data
6) Mempersiapkan laporan hasil riset
MODEL PROSES RISET KONSUMEN

MENYUSUN TUJUAN RISET
Langkah pertama dalam proses riset konsumen adalah menentukan tujuan studi. Menentukan tujuan studi merupakan hal penting bagi para manajer pemasaran dan peneliti untuk menentukan maksud dan tujuan studi, serta untuk menjamin agar rancangan riset itu tepat. Pernyataan tujuan yang dipertimbangkan secara teliti membantu menentukan jenis dan mutu informasi yang dibutuhkan.

MENGUMPULKAN DATA SEKUNDER
Pencarian data sekunder biasanya mengiringi pernyataan tujuan. Informasi sekunder adalah setiap data yang dihasilkan oleh organisasi dari luar, data dari dalam perusahaan untuk studi sebelumnya. Hasil riset sekunder terkadang sudah memberikan pengertian yang cukup mengenai masalah yang ada sehingga dapat mengurangi kebutuhan akan riset primer. Sering data sekunder menjadi petunjuk dan pengaruh bagi rancangan riset primer.

MERANCANG RISET PRIMER
Rancangan studi riset didasarkan pada tujuan studinya. Jika informasi deskriptif dibutuhkan, maka studi kuantitatif yang dilakukan; jika tujuannya adalah memperoleh gagasan baru, maka studi kualitatif yang dilakukan. Karena pendekatan untuk tiap-tiap jenis riset berbeda dari sudut metode pengumpulan data, rancangan sampel, dan macam alat pengumpulan data yang digunakan, tiap-tiap pendekatan riset dibahas secara terpisah sebagai berikut.

RANCANGAN PENELITIAN KUANTITATIF
Metode Pengumpulan Data
Ada tiga cara untuk mengumpulkan data primer dalam riset kuantitatif :
- Penelitian Observasi
- Eksperimentasi
- Survei

Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data dikembangkan sebagai bagian dari desain riset untuk mengatur pengumpulan data dan untuk menjamin agar semua responden ditanya dengan pertanyaan yang sama dan dengan urutan yang sama.

Instrumen pengumpulan data meliputi :
- Daftar Pertanyaan
- Daftar Pernyataan Pandangan Pribadi
- Skala Sikap

RANCANGAN PENELITIAN KUALITATIF
Metode Pengumpulan Data
Pilihan teknik pengumpulan data untuk studi kualitatif meliputi :
- Wawancara yang Mendalam
- Kelompok Fokus
- Teknik Proyektif
- Analisis Kiasan

Penentuan Sampel
SAMPEL PROBABILITAS
• Sampel acak sederhana
• Sampel acak sistematis
• Sampel acak bertingkat
• Sampel kelompok (daerah)

SAMPEL NONPROBABILITAS
• Sampel yang memudahkan
• Sampel yang ditentukan
• Sampel kuota

PENGUMPULAN DATA
Sebagaimana sudah dinyatakan sebelumnya, studi kualitatif biasanya memerlukan para pakar ilmu pengetahuan soaial yang sangat terlatih untuk mengumpulkan data. Studi kuantitatif biasanya memerlukan staf lapangan yang dipekerjakan dan dilatih langsung oleh peneliti atau dikontrak dari perusahaan yang mengkhususkan diri dalam menyelenggarakan wawancara lapangan.

ANALISIS
Pada riset kualitatif, moderator atau pelaksana tes biasanya menganalisis semua jawaban yang diterima. Pada riset kuantitatif, peneliti mengawasi analisis tersebut. Semua jawaban terbuka pertama-tama diubah menjadi kode dan diukur, kemudian ditabulasikan dan dianalisis dengan menggunakan program analisis canggih yang menghubungkan data menurut berbagai variabel yang dipilih dan mengelompokkan data menurut ciri-ciri demografis yang dipilih.

PERSIAPAN LAPORAN
Pada riset kualitatif maupun kuantitatif, laporan riset memuat juga kesimpulan singkat mengenai hasil-hasil riset. Tergantung kepada penugasan dari manajemen pemasaran, laporan riset mungkin perlu atau tidak perlu memasukkan rekomendasi mengenai tindakan pemasaran. Isi laporan memuat uraian lengkap mengenai metodologi yang digunakan, dan, untuk riset kuantitatif, juga memuat berbagai tabel dan grafik untuk mendukung berbagai temuannya.

Pengaruh revolusi digital pada perilaku konsumen

Digital revolution adalah perubahan secara besar-besaran dalam penggunaan alat-alat digital. Digital revolution yang dimaksud disini adalah penggunaan teknologi canggih pada pemasaran.

Pengaruh didgital revolution telah menimbulkan perubahan yang drastic terhadap lingkungan bisnis, hal ini dapat dilihat sebagai berikut :
1. Konsumen lebih memiliki kekuatan dibandingkan sebelumnya.
2. Konsumen memiliki akses untuk mendapakan informasi yang lebih dibandingkan sebelumnya.
3. Para marketer dapat menawarkan produk dan jasa yang lebih dibandingkan sebelumnya.
4. Pertukaran antara marketer dan konsumen akan lebih interaktif dan spontan.
5. Marketer dapat mengumpulkan lebih banyak informasi tentang konsumen dengan cepat dan mudah.

Perilaku konsumen :
Adalah tingkah laku dari konsumen, dimana mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli, menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka. Focus dari perilaku konsumen adalah bagaimana individu membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya mereka yang telah tersedia untuk mengkonsumsi suatu barang.

Dua wujud konsumen
1. Personal Consumer : konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk penggunaannya sendiri.
2. Organizational Consumer : konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan menjalankan organisasi tersebut.

Production concept
Konsumen pada umumnya lebih tertarik dengan produk-produk yang harganya lebih murah. Mutlak diketahui bahwa objek marketing tersebut murah, produksi yang efisien dan distribusi yang intensif.

Product concept
Konsumen akan menggunakan atau membeli produk yang ditawarkan tersebut memiliki kualitas yang tinggi, performa yang terbaik dan memiliki fitur-fitur yang lengkap.

Selling concept
Marketer memiliki tujuan utama yaitu menjual produk yang diputuskan secara sepihak untuk diproduksi.

Marketing concept
Perusahaan mengetahui keinginan konsumen melalui riset yang telah dilakukan sebelumnya, kemudian memproduksi produk yang diinginkan konsumen. Konsep ini disebut marketing concept.

Market segmentation
Membagi kelompok pasar yang heterogen ke kelompok pasar yang homogen.

Market targeting
Memlih satu atau lebih segmen yang mengidentifikasikan perusahaan untuk menentukan.

Positioning
Mengembangkan pemikiran yang berbeda untuk barang dan jasa yang ada dalampikiran konsumen.

Menyediakan nilai pelanggan didefinisikan sebagai rasio antara keuntungan yang dirasakan sumber-sumber (ekonomi, fungsional dan psikologi) digunakan untuk menghasilkan keuntungan-keuntungan tersebut. Keuntungan yang telah dirasakan berupa relative dan subjektif.

Kepuasan pelanggan adalah persepsi individu dari performa produk atau jasa dalam hubungannya dengan harapan-harapan.

Mempertahankan konsumen adalah bagaimana mempertahankan supaya konsumen tetap loyal dengan satu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain, hamper dalam semua situasi bisnis, lebih mahal untuk mencari pelanggan baru dibandingkan mempertahankan yang sudah ada.

Etika pasar dan tanggung jawab social
Konsep pemasaran social mewajibkan semua pemasar wapada terhadap prinsip tanggung jawab social dalam memasarkan barang atau jasa mereka, oleh sebab itu pemasar harus mampu memuaskan kebutuhan dan keinginan dari targt pasar mereka. Praktek etika dan tangung jawab social dalah bisnis yang bagus, tidak hanya meningkatkan penjualan tetapi menghasilkan kesan yang baik.

Model sederana dari pengambilan keputusan yang dibuat oleh pelanggan
- Input stage mempengaruhi pengakuan konsumen dari sebuah kebutuhan produk dan terdiri dari dua (2) sumber informasi, yaitu usaha pemasaran perusahaan dan pengaruh sosiologi dari luar pelanggan.
- Output stage terdiri dari dua (2) pendekatan yang erat hubungannya dengan aktivitas pengambilan keputusan yang sudah diambil.

The Traditional Marketing Concept Value and Retention Focused Marketing
- Hanya membuat sesuatu yang dapat dijual selaindari mencoba untuk menjual apa yang telah dibuat.
- Jangan memfokuskan kepada produk, fokuskan pada kebutuhan yang memuaskan.
- Menyesuaikan produk pasar dan jasa dengan konsumen daripada melihat penawaran dari pesaing.
- Meneliti kebutuhan konsumen dan karakteristiknya.
- Mengerti proses perilaku pembelian dan keuntungannya terhadap perilaku konsumen.
- Segmentasi pasar berdasrkan kebutuhan konsumen dari segi geografi, demografi, psikologi, sosiokultural, gaya hidup dan karakteristik lainnya. o Menggunakan teknologi yang dapat membantu konsumen untuk menyesuaikan diri terhadap apa yang kita buat.
- Focus pada nilai suatu produk, sebanding dengan kebutuhan yang telah dipuaskan.
- Memanfaatkan dan mengerti kebutuhan konsumen untuk meningkatkan penawaran yang diterima konsumen lebih baik dari penawaran pesaing.
- Meneliti tingkat keuntungan disertai dengan bermacam-macam kebutuhan konsumen dan karakteristiknya.
- Mengerti perilaku konsumen dalam hubungannya dengan produk perusahaan.
- Menggunakan segmentasi hybrid yang mengkombinasikan sementasi tradisional dengan data pada tingkat pembelian konsumen dan pola penggunaan pada produk.

pengertian perilaku konsumen

Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Untuk barang berharga jual rendah (low-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk barang berharga jual tinggi (high-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan dengan pertimbangan yang matang.

Pemahaman akan perilaku konsumen dapat diaplikasikan dalam beberapa hal, yang pertama adalah untuk merancang sebuah strategi pemasaran yang baik, misalnya menentukan kapan saat yang tepat perusahaan memberikan diskon untuk menarik pembeli. Kedua, perilaku konsumen dapat membantu pembuat keputusan membuat kebijakan publik. Misalnya dengan mengetahui bahwa konsumen akan banyak menggunakan transportasi saat lebaran, pembuat keputusan dapat merencanakan harga tiket transportasi di hari raya tersebut. Aplikasi ketiga adalah dalam hal pemasaran sosial (social marketing), yaitu penyebaran ide di antara konsumen. Dengan memahami sikap konsumen dalam menghadapi sesuatu, seseorang dapat menyebarkan ide dengan lebih cepat dan efektif.

Pendekatan dalam meneliti perilaku konsumen

erdapat tiga pendekatan utama dalam meneliti perilaku konsumen. Pendekatan pertama adalah pendekatan interpretif. Pendekatan ini menggali secara mendalam perilaku konsumsi dan hal yang mendasarinya. Studi dilakukan dengan melalui wawancara panjang dan focus group discussion untuk memahami apa makna sebuah produk dan jasa bagi konsumen dan apa yang dirasakan dan dialami konsumen ketika membeli dan menggunakannya.

Pendekatan kedua adalah pendekatan tradisional yang didasari pada teori dan metode dari ilmu psikologi kognitif, sosial, dan behaviorial serta dari ilmu sosiologi. Pendekatan ini bertujuan mengembangkan teori dan metode untuk menjelaskan perliku dan pembuatan keputusan konsumen. Studi dilakukan melalui eksperimen dan survey untuk menguji coba teori dan mencari pemahaman tentang bagaimana seorang konsumen memproses informasi, membuat keputusan, serta pengaruh lingkungan sosial terhadap perilaku konsumen.

Pendekatan ketiga disebut sebagai sains marketing yang didasari pada teori dan metode dari ilmu ekonomi dan statistika. Pendekatan ini dilakukan dengan mengembangkan dan menguji coba model matematika berdasarkan hirarki kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow untuk memprediksi pengaruh strategi marketing terhadap pilihan dan pola konsumsi, yang dikenal dengan sebutan moving rate analysis.

Ketiga pendekatan sama-sama memiliki nilai dan tinggi dan memberikan pemahaman atas perilaku konsumen dan strategi marketing dari sudut pandang dan tingkatan analisis yang berbeda. Sebuah perusahaan dapat saja menggunakan salah satu atau seluruh pendekatan, tergantung permasalahan yang dihadapi perusahaan tersebut.

Roda analisis konsumen adalah kerangka kerja yang digunakan marketer untuk meneliti, menganalisis, dan memahami perilaku konsumen agar dapat menciptakan strategi pemasaran yang lebih baik.Roda analisis konsumen terdiri dari tiga elemen: afeksi dan kognisi, lingkungan, dan perilaku.

Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Tujuan dari pemasaran adalah untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan secara lebih baik dari pada pesaing. Perilaku konsumen merupakan studi tentang cara individu, kelompok, organisasi dalam menyeleksi, membeli, menggunakan, dan mendisposisikan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.

Studi konsumen memberikan petunjuk untuk memperbaiki dan memperkenalkan produk atau jasa, menetapkan harga, perencanaan saluran, menyusun pesan, dan mengembangkan kegiatan pemasaran lain termasuk dalam mengetahui perilaku konsumen.

Perilaku pembelian konsumen sebenarnya di pengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Sedangkan faktor yang paling berpengaruh dan paling luas dan paling dalam adalah faktor budaya.

Faktor budaya
Budaya, sub-budaya, dan kelas sosial sangat penting bagi perilaku pembelian. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku pembentuk paling dasar. Anak-anak yang sedang tumbuh mendapatkan seperangkat nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku dari keluarga dan lembaga-lembaga penting lainnya.

Masing-masing budaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih menampakkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Sub-budaya mencakup kebangsaan, suku, agama, ras, kelompok bagi para anggotanya. Ketika sub-budaya menjadi besar dan cukup makmur, perusahaan akan sering merancang program pemasaran yang cermat disana.

Perilaku pembelian konsumen sebenarnya di pengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Sedangkan faktor yang paling berpengaruh dan paling luas dan paling dalam adalah faktor budaya.

Faktor sosial
Selain faktor budaya, perilaku konsumen di pengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok acuan, keluarga, peran, dan status sosial. Kelompok acuan terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut.

Keluarga meruapkan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan para anggota keluarga menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh.

Peran dan status sosial seseorang menunjukkan kedudukan orang itu setiap kelompok sosial yang ia tempati. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Masing-masing peran menghasilkan status.

Faktor pribadi
Keputusan membeli juga di pengaruhi oleh karakteristik pribadi. Karakteristik tersebut meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, juga nilai dan gaya hidup pembeli.

Psikologi
Titik awal untuk memahami perilaku konsumen adalah adanya rangsangan pemasaran luar seperti ekonomi, teknologi, politik, budaya. Satu perangkat psikologi berkombinasi dengan karakteristik konsumen tertentu untuk menghasilkan proses keputusan dan keputusan pembelian. Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran konsumen antara datangnya rangsangan pemasaran luar dengan keputusan pembelian akhir. Empat proses psikologis (motivasi, persepsi, ingatan dan pembelajaran) secara fundamental, mempengaruhi tanggapan konsumen terhadap rangsangan pemasaran.

perilaku konsumen terhadap merek (brand)

tema : merek(brand)

oleh : RKY REFRINAL PATTIRADJAWANE


Merek adalah kekayaan hakiki sebuah sebuah industri/perusahaan. Apapun dilakukan orang untuk membangun ekuitas atas merek, yang kemudian lebih dikenal sebagai ‘Brand Equity’.

Nilai sebuah perusahaan tidaklah terletak pada jumlah asset-asetnya semata, seperti gedung perkantoran, pabrik, mesin-mesin produksi dan inventaris lainnya, namun termasuk kedalamnya nilai dari ekuitas dari merek tersebut. Jadi ketika terjadi akuisisi pada sebuah perusahaan, seperti yang terjadi pada Sampoerna, maka harga sebuah perusahaan adalah penjumlahan dari corporate equity dan Brand Equity. Jika diberi prosentase maka nilai Brand equity mencapai 90% bahkan lebih dan nilai corporate equity hanya maksimal 10% dari total nilai.

SELAYANG PANDANG TENTANG EKUITAS MEREK

Ekuitas atas merek (Brand Equity) menjadi pembahasan dan perdebatan para ahli strategi pemasaran di seluruh penjuru bumi dari masa ke masa, selama berabad-abad lamanya. Ratusan bahkan miliaran rupiah dikeluarkan untuk melakukan riset-riset untuk mencari merek-merek terbaik pada wilayah sebuah negara, bahkan diseluruh dunia. Lembaga-lembaga riset pun melakukan penelitian secara berkesinambungan untuk mencari dan memilih merek-merek terbaik pada berbagai kategori untuk memperoleh penghargaan (award).

Penghargaan-penghargaan tersebut merupakan kebanggaan bagi merek yang terpilih sebagai merek terbaik, dan keberhasilan itu dapat dijadikan indikator keberhasilan dan prestasi sebuah merek di pasar. Award tersebut merupakan materi iklan yang sangat baik untuk makin meningkatkan nilai ekuitas atas merek tersebut. Hampir semua produk yang memperoleh award menjadikan award tersebut sebagai salah satu attribute produk yang dibuat sangat menonjol diantara attribute lainnya, sehingga kita dapat melihatnya sebagai bagian dari design kemasan. Konsumen pun tidak jarang menjadikan penghargaan tersebut sebagai alasan utama untuk tetap loyal terhadap merek yang digunakan saat ini (customer loyalty), mencoba merek tersebut (switcher) atau melakukan migrasi (customer migration), serta meninggalkan merek yang selama ini mereka gunakan (customer competitor).

Dari sini dapat ditarik hipotesa bahwa penghargaan atas merek dapat mempengaruhi perilaku pembelian konsumen atas merek pada kategori yang sama yang tidak ada subtitusinya, bahkan pindah ke merek lain walau beda kategori sekalipun, selama merek tersebut sesuai dengan ekspektasi konsumen.
Untuk mengukur brand value (brand equity), proses pengidentifikasian hingga decision dilakukan dengan penelitian di lapangan dengan menggunakan metoda riset yang didesain dengan begitu baik dan terukur. Untuk penelitian lapangan, pengambilan sample dilakukan dengan probabilistic sampling, sehingga margins of error (MOE) bisa ditentukan. Total sample yang digunakan dengan asumsi populasinya infinite, jadi secara statistik, jika populasi melewati jumlah tertentu bisa dianggap infinite atau tak terhingga, secara total setiap sample memiliki MOE 1,79 %, dengan tingkat kepercayaan 95%. Pengambilan sampling dalam pemilihan merek terbaik menggunakan metode multistage random sampling, yakni random sampling secara bertahap. Perhitungan brand value (brand equity) dilakukan dengan menggunakan kaidah mutually exlusive weighting factors, sehingga hasilnya dapat digeneralisir.

EKUITAS MEREK DAN LOYALITAS MEREK

Sebelum berbicara lebih jauh tentang ekuitas merek dan loyalitas merek, maka sebaiknya kita memahami dimensi-dimensi kedua hal tersebut secara baik. Tingkatan dimensi ekuitas merek, secara berturut-turut dari tingkatan yang paling rendah, adalah kesadaran merek (brand awareness), persepsi kualitas merek (brand perceived quality), assosiasi merek (brand association) dan loyalitas merek (brand loyalty). Hampir tidak mungkin, bahkan dipastikan tidak mungkin (imposible) sebuah merek mencapai dimensi/tahapan brand loyalty tanpa melalui dimensi dan tahapan sebelumnya


Minggu, 09 Januari 2011

PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN OLEH KONSUMEN

Aplikasi

Pemahaman akan perilaku konsumen dapat diaplikasikan dalam beberapa hal, yang pertama adalah untuk merancang sebuah strategi pemasaran yang baik, misalnya menentukan kapan saat yang tepat perusahaan memberikan diskon untuk menarik pembeli. Kedua, perilaku konsumen dapat membantu pembuat keputusan membuat kebijakan publik. Misalnya dengan mengetahui bahwa konsumen akan banyak menggunakan transportasi saat lebaran, pembuat keputusan dapat merencanakan harga tiket transportasi di hari raya tersebut. Aplikasi ketiga adalah dalam hal pemasaran sosial (social marketing), yaitu penyebaran ide di antara konsumen. Dengan memahami sikap konsumen dalam menghadapi sesuatu, seseorang dapat menyebarkan ide dengan lebih cepat dan efektif.

Pendekatan dalam meneliti perilaku konsumen

Terdapat tiga pendekatan utama dalam meneliti perilaku konsumen. Pendekatan pertama adalah pendekatan interpretif. Pendekatan ini menggali secara mendalam perilaku konsumsi dan hal yang mendasarinya. Studi dilakukan dengan melalui wawancara panjang dan focus group discussion untuk memahami apa makna sebuah produk dan jasa bagi konsumen dan apa yang dirasakan dan dialami konsumen ketika membeli dan menggunakannya.

Pendekatan kedua adalah pendekatan tradisional yang didasari pada teori dan metode dari ilmu psikologi kognitif, sosial, dan behaviorial serta dari ilmu sosiologi. Pendekatan ini bertujuan mengembangkan teori dan metode untuk menjelaskan perliku dan pembuatan keputusan konsumen. Studi dilakukan melalui eksperimen dan survey untuk menguji coba teori dan mencari pemahaman tentang bagaimana seorang konsumen memproses informasi, membuat keputusan, serta pengaruh lingkungan sosial terhadap perilaku konsumen.

Pendekatan ketiga disebut sebagai sains marketing yang didasari pada teori dan metode dari ilmu ekonomi dan statistika. Pendekatan ini dilakukan dengan mengembangkan dan menguji coba model matematika untuk memprediksi pengaruh strategi marketing terhadap pilihan dan perilaku konsumen.

Ketiga pendekatan sama-sama memiliki nilai dan tinggi dan memberikan pemahaman atas perilaku konsumen dan strategi marketing dari sudut pandang dan tingkatan analisis yang berbeda. Sebuah perusahaan dapat saja menggunakan salah satu atau seluruh pendekatan, tergantung permasalahan yang dihadapi perusahaan tersebut.