Kamis, 24 Februari 2011

Soal PSSI, Golkar Minta Pemerintah Tahan Diri

Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Ricky Rachmadi meminta para pejabat pemerintah, terutama Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, untuk menahan diri dalam soal Kongres PSSI.

"Kita jangan terprovokasi untuk memusuhi seseorang atau sekelompok orang, khususnya kini di tubuh PSSI, lalu ada proses pengerahan massa aksi yang terkesan mendapat angin dari ucapan-ucapan bernada menyulut revolusi seperti yel-yel "Revolusi PSSI"," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan itu, menyusul gelombang aksi massa di beberapa tempat, terutama sekitar Kompleks Kantor PSSI di Senayan, Jakarta.

Dalam aksi massa itu foto-foto Ketua Umum PSSI Nurdin Halid dibakar, kantor PSSI disegel dan pengusungan poster maupun aneka atribut bertuliskan kata-kata yang semakin tidak etis.

Ricky Rachmadi dkk berharap pejabat pemerintah tidak perlu kelihatan terlalu memihak siapapun, termasuk calon-calon ketua umum PSSI tertentu.

"Kita kan sudah mulai melek demokrasi. Jangan hanya slogan menyatakan dirinya demokrat, tetapi dalam menghadapi lawan, ternyata menggunakan senjata kekuasaan," tandasnya.

Ricky Rachmadi mengaku tidak memihak Nurdin Halid yang notabene kader Partai Golkar.

"Tak ada hubungan dengan itu. Golkar akan mendukung siapapun kader bangsa terbaik untuk mengemban misi kekaryaan di mana saja. Jika memang yang bersangkutan bisa diterima, layak bekerja serta pantas. Kalau tidak layak dan tak pantas, jangan didukung," tegasnya.

Ia juga mengingatkan, agar jika memang mau berevolusi maka lakukanlah itu untuk hal-hal lebih signifikan, seperti membongkar dan menghancurkan mafia pajak, mafia kasus dan mafia hukum.

"Jadi, kita jangan beraninya cuma `Revolusi PSSI` dan melawan Nurdin Halid lagi yang notabene orang sipil, yang mendapat beking setengah hati, kini nggak punya pasukan, lalu berhadap-hadapan dengan lawan-lawan punya pasukan, uang dan kekuasaan," demikian Ricky.

Referensi :
http://www.antaranews.com/berita/247505/soal-pssi-golkar-minta-pemerintah-tahan-diri

Bahaya Politisasi Hasil Penelitian


Di negara kita sekarang ini sepertinya tidak ada subyek yang lepas dari politisasi DPR, termasuk juga hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga perguruan tinggi.

Berita yang paling hangat saat ini adalah mengenai isu ditemukannya bakteri Enterobacter Sakazakii pada susu formula.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti IPB, Dr Sri Estuningsih pada tahun 2003-2006, ditemukan adanya lima dari 22 sampel susu formula yang mengandung bakteri E. Sakazakii yang dikhawatirkan dapat mengakibatkan berbagai dampak kesehatan yangg kurang baik terhadap balita.

Akan tetapi, nampaknya informasi yang diterima masyarakat maupun DPR pun masih simpang siur.

Mereka hanya melihat semata-mata bahaya yang diakibatkan oleh bakteri E. Sakazakii tanpa mau menelaah terlebih dahulu inti persoalan yang sesungguhnya dan sejauh mana masalah ini sebenarnya telah ditangani oleh instansi-instansi yang terkait, khususnya dalam hal ini BPOM dan IPB.

Sehingga tidak aneh apabila kemudian muncul tuntutan kepada IPB untuk melakukan penelitian ulang bahkan adanya suara-suara keji yang menuduh pihak IPB telah mendapatkan kompensasi dari produsen susu.

Lebih mengherankan lagi adalah adanya tuntutan dari DPR, dalam rapat kerja dengan Menkes, BPOM dan IPB, kepada IPB untuk segera mengungkapkan nama-nama produsen susu formula yang tercermar produknya oleh bakteri E Sakazakii.

Ada sejumlah pertanyaan penting yang perlu disampaikan dalam tulisan ini, perlukah IPB menyampaikan hasil penelitian mengenai susu formula ini kepada publik? Resiko apa yang muncul apabila IPB membeberkan hasil penelitian tersebut, dan apakah bahaya dari politisasi hasil penelitian?

Etika penelitian
Layaknya profesi lainnya, seorang peneliti dalam melakukan kegiatan penelitian juga harus berpedoman pada etika yaitu etika penelitian.

Ada beberapa prinsip dari etika penelitian tetapi yang paling relevan dalam isu susu formula ini adalah keharusan menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian, keharusan untuk melaporkan hasil penelitian, dan tanggung jawab sosial (social responsibility).

Etika keharusan menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian sangat penting untuk menjamin adanya rasa saling percaya antara peneliti dan subyek penelitian.

Landasan etika inilah yang memberikan pijakan bagi para peneliti dan juga Dr Sri Estuningsih tidak mencantumkan nama-nama merk susu formula dalam laporan penelitiannya.

Apabila prinsip etika penelitian ini dilanggar maka akan menjadi preseden yang tidak baik pada masa depan dan akibatnya para peneliti pun akan kesulitan untuk mendapatkan subyek penelitian karena mereka khawatir privacy-nya akan diungkapkan dengan mudah kepada publik.

Selain itu tidak menutup kemungkinan adanya tuntutan hukum dari subyek penelitian karena privasinya dan perjanjian antara kedua belah pihak telah dilanggar.

Peneliti juga mempunyai tanggung jawab melaporkan hasil penelitian. Hal ini tergantung dari jenis penelitian dan apakah penelitian tersebut didanai oleh pihak tertentu.

Hasil penelitian bakteri E. Sakazaki oleh Dr Estuningsih dengan dana dari pihak Dikti, telah disampaikan kepada BPOM sebagai instansi pemerintah yang berkepentingan terhadap hasil penelitian tersebut.

Dengan tujuan supaya produsen susu formula dapat segera memperbaiki kualitas produknya sehingga dapat memenuhi standard yang ditentukan oleh BPOM.

Dengan demikian dari sisi tanggung jawab sosial, Dr Estuningsih selaku peneliti telah memenuhi kewajibannya dengan memberikan laporan hasil penelitiannya kepada BPOM yang kemudian menindaklanjuti dengan melakukan penelitian lanjutan pada tahun 2008 terhadap 96 sampel produsen susu.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh BPOM pada tahun 2009 dan 2011 masing-masing terhadap 11 dan 18 sampel.

Dari ketiga penelitian tersebut, BPOM tidak menemukan adanya kandungan bakteri E Sakazaki. Artinya masyarakat sebagai konsumen seharusnya tidak perlu khawatir untuk membeli dan mengkonsumsi susu formula.

Hanya sayangnya informasi ini tidak diterima secara utuh oleh masyarakat. Terlebih lagi politisi DPR yang seharusnya lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi persoalan ini malah semakin memperkeruh suasana dengan ngototnya sebagian anggota DPR meminta agar nama-nama produsen susu dari penelitian IPB yang terbukti tercemar oleh bakteri E Sakazaki segera diungkapkan ke publik.

Apakah kemudian IPB harus menyampaikan kepada publik nama-nama dari produsen susu dari hasil penelitiannya?

Tidak mudah menjawab hal ini karena Mahkamah Agung telah memutuskan bahwa IPB harus mengumumkannya.

Tetapi juga menarik untuk mencermati pandangan pengamat kebijakan publik Agus Pambagio dan Direktur Litigasi Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Mualimin Abdi yang mengatakan bahwa apabila pelaksanaan keputusan MA dikhawatirkan akan menimbulkan keresahan baru maka dapat dibenarkan untuk tidak mematuhi keputusan kasasi MA tersebut.

Hanya saja sebagaimana yang disampaikan oleh Rektor IPB, Bapak Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc, pengungkapan hasil penelitian tidak hanya mencederai etika penelitian tetapi juga merusak rasa keadilan karena hanya sebagian kecil produsen susu yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian tersebut

Politisasi penelitian
DPR tentu saja berhak meminta transparansi hasil penelitian kalau memang dalam perjalanannya pemerintah bersikap lalai dalam menyikapi temuan hasil penelitian IPB, atau dalam kondisi yang lebih ekstrim lagi telah terjadinya epidemi di masyarakat yang disebabkan oleh bakteri E Sakazakii.

Akan tetapi kedua hal tersebut tidak terjadi dan temuan-temuan lanjutan oleh BPOM menunjukkan bahwa susu formula aman dari bakteri E Sakazakii.

Singkatnya, temuan hasil IPB pada lima sampel produsen susu tersebut menjadi tidak relevan lagi dengan kondisi sekarang. Selain itu pula, penelitian itu bukan ditujukan untuk melakukan audit atau pemeriksaan terhadap seluruh produsen susu.

Dengan demikian, seyogyanya dalam menyikapi issue bakteri E Sakazakii di susu formula ini, DPR harus lebih fokus kepada penyelesaian masalah agar masyarakat awam menjadi lebih teredukasi.

Bagaimana caranya? Yaitu turut menenangkan masyarakat bahwa sekarang tidak ada susu yang tercemar bakteri E Sakazakii, bagaimana mengkonsumsi susu formula yang aman bagi bayi, pentingnya ASI bagi bayi.

Bukan menjadikan temuan bakteri E Sakazakii pada susu formula sebagai isu atau dagangan politik semata.

Apabila hasil-hasil penelitian juga dipolitisasi oleh DPR maka jangan disalahkan apabila ini akan menurunkan semangat para ilmuwan untuk meneliti yang ujung-ujungnya mengakibatkan kemandekan ilmu pengetahuan dan teknologi di Negara kita.

Sehingga wajar kalau ada peneliti yang berkeluh kesah "Kasihan sekali peneliti kita. Sudah niatnya tulus dan memberikan sumbangsih bagi kemajuan bangsa, tetapi akhirnya malah diobok-obok dan menjadi bumerang (back fire) bagi diri sendiri".

Referensi :
http://www.antaranews.com/berita/247448/bahaya-politisasi-hasil-penelitian