Senin, 10 Januari 2011

perilaku konsumen terhadap merek (brand)

tema : merek(brand)

oleh : RKY REFRINAL PATTIRADJAWANE


Merek adalah kekayaan hakiki sebuah sebuah industri/perusahaan. Apapun dilakukan orang untuk membangun ekuitas atas merek, yang kemudian lebih dikenal sebagai ‘Brand Equity’.

Nilai sebuah perusahaan tidaklah terletak pada jumlah asset-asetnya semata, seperti gedung perkantoran, pabrik, mesin-mesin produksi dan inventaris lainnya, namun termasuk kedalamnya nilai dari ekuitas dari merek tersebut. Jadi ketika terjadi akuisisi pada sebuah perusahaan, seperti yang terjadi pada Sampoerna, maka harga sebuah perusahaan adalah penjumlahan dari corporate equity dan Brand Equity. Jika diberi prosentase maka nilai Brand equity mencapai 90% bahkan lebih dan nilai corporate equity hanya maksimal 10% dari total nilai.

SELAYANG PANDANG TENTANG EKUITAS MEREK

Ekuitas atas merek (Brand Equity) menjadi pembahasan dan perdebatan para ahli strategi pemasaran di seluruh penjuru bumi dari masa ke masa, selama berabad-abad lamanya. Ratusan bahkan miliaran rupiah dikeluarkan untuk melakukan riset-riset untuk mencari merek-merek terbaik pada wilayah sebuah negara, bahkan diseluruh dunia. Lembaga-lembaga riset pun melakukan penelitian secara berkesinambungan untuk mencari dan memilih merek-merek terbaik pada berbagai kategori untuk memperoleh penghargaan (award).

Penghargaan-penghargaan tersebut merupakan kebanggaan bagi merek yang terpilih sebagai merek terbaik, dan keberhasilan itu dapat dijadikan indikator keberhasilan dan prestasi sebuah merek di pasar. Award tersebut merupakan materi iklan yang sangat baik untuk makin meningkatkan nilai ekuitas atas merek tersebut. Hampir semua produk yang memperoleh award menjadikan award tersebut sebagai salah satu attribute produk yang dibuat sangat menonjol diantara attribute lainnya, sehingga kita dapat melihatnya sebagai bagian dari design kemasan. Konsumen pun tidak jarang menjadikan penghargaan tersebut sebagai alasan utama untuk tetap loyal terhadap merek yang digunakan saat ini (customer loyalty), mencoba merek tersebut (switcher) atau melakukan migrasi (customer migration), serta meninggalkan merek yang selama ini mereka gunakan (customer competitor).

Dari sini dapat ditarik hipotesa bahwa penghargaan atas merek dapat mempengaruhi perilaku pembelian konsumen atas merek pada kategori yang sama yang tidak ada subtitusinya, bahkan pindah ke merek lain walau beda kategori sekalipun, selama merek tersebut sesuai dengan ekspektasi konsumen.
Untuk mengukur brand value (brand equity), proses pengidentifikasian hingga decision dilakukan dengan penelitian di lapangan dengan menggunakan metoda riset yang didesain dengan begitu baik dan terukur. Untuk penelitian lapangan, pengambilan sample dilakukan dengan probabilistic sampling, sehingga margins of error (MOE) bisa ditentukan. Total sample yang digunakan dengan asumsi populasinya infinite, jadi secara statistik, jika populasi melewati jumlah tertentu bisa dianggap infinite atau tak terhingga, secara total setiap sample memiliki MOE 1,79 %, dengan tingkat kepercayaan 95%. Pengambilan sampling dalam pemilihan merek terbaik menggunakan metode multistage random sampling, yakni random sampling secara bertahap. Perhitungan brand value (brand equity) dilakukan dengan menggunakan kaidah mutually exlusive weighting factors, sehingga hasilnya dapat digeneralisir.

EKUITAS MEREK DAN LOYALITAS MEREK

Sebelum berbicara lebih jauh tentang ekuitas merek dan loyalitas merek, maka sebaiknya kita memahami dimensi-dimensi kedua hal tersebut secara baik. Tingkatan dimensi ekuitas merek, secara berturut-turut dari tingkatan yang paling rendah, adalah kesadaran merek (brand awareness), persepsi kualitas merek (brand perceived quality), assosiasi merek (brand association) dan loyalitas merek (brand loyalty). Hampir tidak mungkin, bahkan dipastikan tidak mungkin (imposible) sebuah merek mencapai dimensi/tahapan brand loyalty tanpa melalui dimensi dan tahapan sebelumnya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar